Biasanya, tulisan Ahmad Tohari berhasil membuat saya merasa sesak kemudian merenung. Namun, beberapa cerpen di kumcer ini—yang ternyata sudah pernah saya baca—menimbulkan efek yang masih sama. Jengkel.
Iya.
Saya jengkel sekali membaca kumcer ini karena beberapa di antaranya membuat
saya protes: "Benarkah
Tuhan bisa ditipu seperti itu?"
Pertanyaan serupa muncul lagi
setelah selesai membaca ulang cerpen Penipu yang Keempat di kumcer ini.
Cerpen ini pertama kali saya baca ketika masih awal duduk di bangku kuliah.
Mungkin di buku kumpulan cerpen Kompas. Saat itu, pernyataan yang muncul: "Mana mungkin Tuhan bisa ditipu seperti
itu!"
Judul : Mata Yang Enak Dipandang
Penulis : Ahmad Tohari
Penerbit : Gramedia
Tahun :
2013
Ya, saya agak emosi membacanya
dulu. Dan berpikir, bagaimana mungkin cerita seperti ini masuk Kompas? Saya
jadi ingat, cerpen ini yang membuat saya sempat jengkel dengan penulisnya. Sebelum
kembali bertemu dengannya dan berdamai melalui Ronggeng Dukuh Paruk (Catatan
Buat Emak).
Cerita
lain yang sudah pernah saya baca sebelumnya adalah Bulan Kuning Sudah
Tenggelam. Ini sudah lebih lama lagi saya baca, tapi masih saya ingat. Saya
mulai sadar kalau cerita ini pernah saya baca ketika memasuki bagian kedua.
Padahal di bagian pertama membuat saya hampir tidak menyelesaikan cerita
terakhir ini karena terkesan membosankan.
Cerita ini mengajarkan betapa
wanita harus berusaha untuk mempertahankan suami dengan cara mengalah. Tapi,
seingat saya ada ajaran yang lebih ekstrem dalam mengalah sebagai istri di cerita
yang saya baca dulu *baik, abaikan ingatan belasan tahun lalu yang tidak begitu
bisa dipercaya ini.
“Menundukkan sapi jantan yang binal harus dengan cambuk dan tali yang kuat,” kata Ibu. “Tetapi bila sapi jantan itu adalah suami, kau takkan dapat menundukkan kecuali dengan cara yang istimewa. Tetaplah dalam kelemahlembutan istri sejati, itulah caranya. Apabila dengan cara itu kau masih dihinakan, tiba saat bagimu untuk berbuat membela martabatmu sendiri sebagai manusia. ….”
Jadi,
ketika mendapati suami tergoda wanita lain, jika tidak ingin kehilangan, istri
harus bersabar. Ck. Bahkan dulu, sepertinya saya masih SMP ketika membacanya
pertama kali, saya merasa tidak terima. Haha. Ini terkait masalah gender yang
bisa tidak habis jika didiskusikan.
Beberapa
cerpen yang lain sama seperti cerpen Ahmad Tohari biasanya, masih menimbulkan
efek sesak yang membuat kita berpikir. Seperti Mata yang Enak Dipandang,
Warung Penajem, Paman Doblo Merobek Layang-Layang, Sayur Bleketepuk.
Beberapa yang lain lagi, menurut saya biasa saja. *tsaaahhh..., congkak*
betewe, ini ulasan cuman kopi paste dari simpenan yang diposting di Goodreads.
Haghaghaghaghaghag.... <(^o^)>
Haghaghaghaghaghag.... <(^o^)>
No comments:
Post a Comment