“Kita? Lu aja kali. Gue nggak.”
Pernah
dengar istilah begitu? Berarti Anda cukup dewasa~*hindari kata tua*
Saya kembali teringat dengan istilah itu ketika sedang menghadapi naskah dengan sudut pandang penceritaan orang pertama, lalu menggunakan kata ganti kita di dalamnya.
Saya kembali teringat dengan istilah itu ketika sedang menghadapi naskah dengan sudut pandang penceritaan orang pertama, lalu menggunakan kata ganti kita di dalamnya.
Tidak ada masalah, kalau yang dimaksud dengan “kita” adalah
dirinya dan pembaca. Ada beberapa naskah lain yang memakainya dan baik-baik
saja. Namun, penggunaan “kita” menjadi tidak tepat ketika yang dimaksud dengan
“kita” sesungguhnya adalah “kami”.
Berikut saya beri contoh penggunaan
kita yang sesuai dan tidak sesuai. Keduanya menggunakan sudut pandang pencerita
(POV) orang pertama.
Contoh
1:
Sebagai seorang
mahasiswa baru, aku tidak berani macam-macam di kelas. Beberapa kali melihat
tindakan bully terhadap Tissa, aku menutup mata. Tidak usah ikut
campur, tidak usah ikut campur. Demikian kuulang-ulang dalam hati. Setiap
hari.
Hingga suatu kejadian
mengubah pola pikirku. Aku bosan berpura-pura buta melihat tindakan mereka
terhadap Tissa.
Lagi pula, sebagai
sesama manusia, kita tidak mungkin diam saja, kan, melihat penganiayaan di
depan mata? Coba bayangin, kalau kita yang ada di posisi Tissa, gimana?
Bandingkan
dengan penggunaan “kita” pada cerita berikut ini.
Contoh
2:
Aku seorang gadis yang
duduk di semester pertama di salah satu universitas ternama Yogyakarta. Di
sana, aku bersahabat dengan Nina, Nino, dan Nani. Kita sering menghabiskan
waktu bersama di sela-sela jadwal kuliah, sekadar berbincang-bincang atau
bahkan berdiskusi.
Tidak ada yang dapat
menghancurkan persahabatan kita. Tadinya kupikir begitu. Hingga suatu hari,
Nino dan Nani datang.
“An, kita minta maaf.
Selama ini, kita nyembunyiin sesuatu dari kamu.”
Keningku mengernyit. Ada
apa ini? Hatiku bertanya-tanya.
NB: itu cerita bukan ngutip punya orang. Barusan aja saya
karang…, dengan posisi penggunaan kata kita yang setara dengan kasus yang saya
temukan di naskah. Jadi nggak ada pihak yang dirugikan, ya.
Sudah terasakah perbedaannya?
Jika belum, mari kita telaah lebih lanjut.
Ini pengertian kata “kita” dan “kami” di KBBI.
ki·ta pron 1 pronomina persona pertama jamak, yg berbicara bersama dng orang lain termasuk yg diajak bicara; 2 cak saya;
ki·ta pron 1 pronomina persona pertama jamak, yg berbicara bersama dng orang lain termasuk yg diajak bicara; 2 cak saya;
--
orang cak kita;
ka·mi pron 1 yg berbicara bersama dng orang lain (tidak termasuk yg diajak berbicara); yg menulis atas nama kelompok, tidak termasuk pembaca; 2 yg berbicara (digunakan oleh orang besar, msl raja); yg menulis (digunakan oleh penulis)
Mumet, deh, bacanya…. Intinya aja gimana?
Oke~
Ketika menggunakan kata “kita”, artinya orang yang sedang diajak ngomong termasuk.
Ketika menggunakan kata “kami”, artinya orang yang sedang diajak ngomong tidak termasuk.
Contoh:
“Eh, Aini! Kita nggak suka, ya, kamu deket-deket Adit!” kata Rani yang tiba-tiba datang dengan pasukannya, Susan, Anna, dan Melda.
*ala sinetron. Nggak tau juga kalo anak-anak SMA sekarang
beneran begini*
Penggunaan kata “kita” di sana mungkin maksudnya untuk menunjukkan keegoisan, tapi penggunaannya salah~
Kata “kita”, artinya yang ngomong, dalam kasus di atas Rani, mengikutsertakan Aini. Maknanya jadi begini:
Coba, kalimat itu jadi aneh, kan?Kita (Rani, Susan, Anna, dan Melda, dan juga Aini) nggak suka, ya, kamu (Aini) deket-deket Adit!
Oke, bukan kalian. Itu contoh jawaban saya kalo saya yang dapet omongan begitu.
Ehm. Kita balik ke contoh 2 di atas:
“An, kita minta maaf. Selama ini, kita nyembunyiin sesuatu dari kamu.”
Makna kalimat itu jadi:
“An, kita (Nino, Nani, dan An) minta maaf. Selama ini, kita (Nino, Nani, dan An) nyembunyiin sesuatu dari kamu (An).”
Jadi, si An minta maaf sama diri sendiri dan menyembunyikan
sesuatu dari diri sendiri.
Oke, ini sudah jadi salah kaprah banget.
Penggunaan kata kita jadi salah tempat. Seharusnya, gunakan
kata kami, seperti kalimat di bawah ini.
“Eh, Aini! Kami nggak suka, ya, kamu deket-deket Adit!” kata Rani yang tiba-tiba datang dengan pasukannya, Susan, Anna, dan Melda.
Tuh? Marahnya tetep kerasa, kok…. Dan nggak salah lagi.
“An, kami minta maaf. Selama ini, kami nyembunyiin sesuatu dari kamu.”
Tuh? Minta maafnya jadi nggak janggal lagi, kan.
Bagaimana mulanya jadi banyak kata “kita” untuk menggantikan “kami”?
Menurut saya, hal ini tidak lepas dari penggunaan bahasa media tulis dan
lisan saat ini. Pada banyak majalah remaja, misalnya, akan kita temukan artikel
yang memilih menggunakan “kita”. Misal judul artikel: “10 Tanda Kita Nggak
(Beneran) Jatuh Cinta Sama Si Dia” yang di-posting majalah Gadis
di sini. Tentu saja penggunaan kata “kita” di sini tidak salah. Kenapa? Karena
konteks pemakaiannya pas. Redaktur ingin berbaur dengan pembaca dengan cara
menyamakan posisi. Pembaca majalah akan merasa mendapat dukungan dengan
penggunaan kata “kita”, merasa bahwa hal yang dia rasakan atau alami adalah hal
wajar yang juga dialami oleh banyak remaja lain.
Sayang, pada kenyataannya, penggunaan kata “kita” ini kemudian banyak
digunakan untuk menggantikan “kami” oleh masyarakat, baik secara lisan maupun
tulisan. Lagi-lagi, media menjadi salah satu penebar pemakaian ini. Bukan hanya
melalui tayangan film atau sinetron di televisi, tidak jarang kita dengar
artis, pengacara, polisi, atau bahkan politisi yang mempraktikkan kekeliruan
serupa, seperti, “Nanti kita kumpulkan bukti-bukti…,” atau “Kalau mobil itu mau
dijual, kita nggak terima…,” atau mungkin “Kita nggak bisa ngasih pernyataan
sekarang….”
Jika jenis kalimat demikian yang digunakan dan disebarkan melalui media,
kesalahpahaman ini dapat terus berlanjut. Bisa saja di pelajaran yang diberikan
di sekolah, teori pengertian dan penggunaan kedua kata itu seperti termaktub di
KBBI, namun jika keseharian mereka sering mendengar dan membaca penggunaan yang
keliru, generasi muda kita sangat mungkin akan melanjutkan kekeliruan pemakaian
“kita” dengan “kami”, bahkan hingga ke generasi berikutnya.
Kita tentu tidak menginginkan
hal itu terjadi, kan? ||--(*-^)>
Setelah selesai posting dan edit berkali-kali, saya baru sadar belum membahas penggunaan "kita" pada dua kalimat berikut.
Tapi, kalian tentu sekarang sudah bisa menyimpulkan, kan?
Syukurlah... (˘ε ˘″)ノ’*lap keringet
*ssstt....alasan sebenernya: waktu mepet~
dan malas ngedit lagi 〜( ̄o ̄〜) (〜 ̄o ̄)〜
*Berlalu sambil gandeng Al Ghazali (n˘v˘•)¬
Setelah selesai posting dan edit berkali-kali, saya baru sadar belum membahas penggunaan "kita" pada dua kalimat berikut.
Kita sering menghabiskan waktu bersama di sela-sela jadwal kuliah, sekadar berbincang-bincang atau bahkan berdiskusi.
Tidak ada yang dapat menghancurkan persahabatan kita.
Tapi, kalian tentu sekarang sudah bisa menyimpulkan, kan?
Syukurlah... (˘ε ˘″)ノ’*lap keringet
*ssstt....alasan sebenernya: waktu mepet~
dan malas ngedit lagi 〜( ̄o ̄〜) (〜 ̄o ̄)〜
*Berlalu sambil gandeng Al Ghazali (n˘v˘•)¬
artikel yang mencerahkan, kita dan kami bangga jadi temenmu.
ReplyDeleteNgahahahahahah.... siapah inih? NGaku... >_<
ReplyDeleteWah, postingannya sungguh bermanfaat. Makasih ilmunya, Mbak :-D
ReplyDeleteWets, sama2 :)
Delete