Entri Populer

Tuesday, 19 May 2015

Ulasan buku Misteri Patung Garam







Judul                   : Misteri Patung Garam
Penulis                : Ruwi Meita
Editor                 : Sulung S. Hanum & Jia Effendie
Penerbit              : Gagas Media
Cetakan              : 2015

Lagi, saya menemukan buku Gagas yang digarap 2 editor.
Sayang, catatan terkait buku ini di HP yang lama, jadi masalah editing akan saya lewatkan.

Sejak muncul kovernya, saya sudah penasaran dengan buku ini. Harapan saya besar karena saya suka pembunuhan. Novel ini berhasil mengombang-ambing perasaan pembaca. 

Cerita singkatnya begini, Kiri Lamari seorang polisi yang baru dipindahtugaskan ke Surabaya. Dia disambut dengan kasus pembunuhan yang unik. Mayatnya dibaluri dengan garam. Jadi, awet. 

Jadi, pembunuh yang dihadapi Kiri kali ini adalah pembunuh yang cerdas, yang mementingkan keindahan. Model pembunuh yang justru berbahaya karena biasanya berhati-hati. Tapi, pembunuh itu melakukan improvisasi. Dia tidak punya cukup waktu untuk membuat patung dengan sempurna. Dan itu karena kehadiran Kiri. 

Hal itu justru menuntun Kiri lebih dekat dengan si pembunuh.
Meskipun novel pembunuhan, ceritanya disisipi kisah cintanya dengan Kenes dan konfliknya dengan orang tua. Dan, kehadiran Ireng.

Saya pribadi nggak tertarik dengan Kiri Lamari. *Eee..., selera saya tentang cowok memang rada aneh.* Saya justru tertarik dengan karakter Inspektur Saut dan “kampret rebus”-nya. Dan, tentu dengan Ireng, si anak songong.

Yang juara di novel ini justru keutuhannya. Sebagai novel detektif, semua pertanyaan terjawab. Dan terjawab dengan kondisi memaksa pembaca membuka kembali lembar-lembar awal untuk meyakinkan diri. 


beberapa patung memang luar biasa
tuh, mirip banget manusia...

Di tengah-tengah membaca buku ini, saya sempet sok-sok-an bilang ke temen kalau saya tahu pembunuhnya. Dan memang benar tebakan saya. Yang tidak saya duga adalah masih ada lebih dari satu kejutan (termasuk ending) yang ditahan. Lalu saya kembali menekuri buku ini sambil merasa jengkel karena saya jadi tidak pernah tahu bagaimana rasanya jika saya mengetahuinya langsung, bukan karena informasi teman.

Awal membuka buku ini, saya langsung suka. Prolog novel ini membuat saya menunda membaca. Karena khawatir begitu mulai nggak mau berhenti.
Masuk di tengah-tengah ya itu tadi, ada insiden sok-sok-an dari saya.
Lalu, ending-nya kece.  

Mungkin ini alasan saya menunda bikin ulasan buku ini. Karena kemungkinan besar justru bingung mau bahas apa lagi.
Jadi, udahin aja.
Tentu menyenangkan bertemu dengan Inspektur Saut dan Ireng lagi.

:D



Sumber gambar: satu, dua.

No comments:

Post a Comment

Pages