Kisah tentang Pengorbanan, Cinta, dan Kebebasan Sejati.
“Seandainya aku bisa mengerami telur sekali saja, seandainya aku bisa melihat kelahiran anak ayam….”
Leafie, seekor ayam petelur, mengidamkan menetaskan telur sendiri. Tetapi itu tak mungkin karena setiap hari telurnya diambil majikan untuk dikonsumsi. Setiap hari Leafie menghabiskan waktu memandangi keluarga ayam dan bebek di halaman yang bahagia berlarian ke sana kemari.
Ketika dibuang ke lubang pembuangan ayam sekarat, Leafie hampir dimangsa Musang. Untung ia ditolong, Pengelana, bebek liar yang sayapnya luka dan tak bisa terbang. Pengelana mengajarinya bertahan hidup di padang rumput yang penuh bahaya. Lalu Leafie menemukan sebuah telur di rimbunan semak. Telur itu memicu semangat hidupnya, memancing nalurinya sebagai ibu. Leafie tak menyangka, saat dirinya memutuskan untuk mengerami telur itu, ia melangkah ke sebuah petualangan yang luar biasa. Petualangan yang mengajarkan makna cinta, kasih sayang, dan kepasrahan. Petualangan yang membuatnya melihat Musang sang pemburu dengan pandangan baru. Pandangan tanpa prasangka.
***
Hm, jadi cerita ini disebut fabel kontemporer. Menarik :D
Ulasan kritikus sastra anak-anak di akhir buku ini bagus :)
*ini yang bikin jadi genep bintang 4*
Buku ini saya baca pas momen Readathon Day 2015. Hari itu cuma dapet 22 halaman. Memang jam baca paling pas buat emak-emak tu pas baby-nya lagi bobok. * ( ̄(エ) ̄)ゞ
Ulasan kritikus sastra anak-anak di akhir buku ini bagus :)
*ini yang bikin jadi genep bintang 4*
Buku ini saya baca pas momen Readathon Day 2015. Hari itu cuma dapet 22 halaman. Memang jam baca paling pas buat emak-emak tu pas baby-nya lagi bobok. * ( ̄(エ) ̄)ゞ
Catatan plusnya, tentu saja buku ini sarat pelajaran hidup, tentang
perjuangan Leafie yang menolak berakhir hanya menjadi ayam petelur biasa. Selain tiga hal yang disebut di atas, buku ini juga mengajarkan tentang perpisahan.
Kalo saya certain versi saya, khawatirnya malah jadi spoiler, soalnya back cover buku ini (tulisan di atas) sudah menggambarkan isi buku ini. <-- alasan… ƪ(˘⌣˘)┐ ƪ(˘⌣˘)ʃ ┌(˘⌣˘)ʃ
Kalo saya certain versi saya, khawatirnya malah jadi spoiler, soalnya back cover buku ini (tulisan di atas) sudah menggambarkan isi buku ini. <-- alasan… ƪ(˘⌣˘)┐ ƪ(˘⌣˘)ʃ ┌(˘⌣˘)ʃ
Catatan minusnya...,
p. 17 dan 26 tulisannya sedikit tebal dan berbayang. Kalo
baca di tempat yang penerangannya kurang sip nggak enak.
p. 131 bawah--seharusnya bahwa.
p. 148 jatung--seharusnya jantung.
p. 119 Ada kalimat
yang cuma subjek semua. Oh, nggak masalah bagi saya. Kalo penggunaannya pas ke
dalam paragraf atau mungkin bab. Tapi ini..., coba saya berikan kutipannya.
Berjalan ke bendungan bersama seekor anak adalah hal yang sangat sulit. Kehidupan di padang rumput tanpa penjaga dan rumah baru dimulai. Pengelana yang tidak dapat melupakan ketakutan akan musang sedetik pun.
Pengelana, berikan kekuatan padaku. Aku membutuhkan kekuatan sampai anak ini tumbuh besar.
Itu dua paragraf awal bab di buku ini.
Apakah kalian melihat kalimat yang saya maksud?
Janggal, kan?
Atau mungkin ada kekeliruan terjemahan, ya?
Janggal, kan?
Atau mungkin ada kekeliruan terjemahan, ya?
Kutipan favorit saya:
Nak, sekarang kau sudah mempelajari satu hal lagi. Walaupun satu jenis, belum tentu semuanya saling mencintai. Yang paling penting adalah saling memahami! Itu baru namanya cinta.--p. 173
Begitu, deh. Tetep aja buku ini bacaan ringan yang bagus. Sudah ada filmnya,
mungkin, akan muncul versi buku cerita bergambarnya… yang bener-bener buat
dikonsumsi anak-anak.
(˘⌣˘)
Waah, rekomended banget tuh bukunya.
ReplyDeleteSaya sendiri baru satu buku karya Hwang Sun Mi yang saya baca. Buku yang judulnya "Kartu Anak Nakal".
Semoga pada waktu-waktu mendatang bisa dapet buku Hwang Sun Mi yang lain.