Kehadiran anak memberi dampak berbeda-beda bagi tiap orang tua, ada yang haru, terkjeut, bingung, dan sebagainya. Satu yang pasti: kehadiran mereka membawa perubahan.
Buku ini dikemas dengan cara yang menarik. Tiap bab dibuka dengan ungkapan perasaan dari sisi anak, sejak mereka masih dalam kandungan. Kemudian, diikuti dengan penjelasan dari penulis.
Karena anak saya sudah tiga tahun setengah, pada bagian-bagian awal, saya merasa seperti sedang kilas balik. Ada beberapa hal yang saya sesali karena baru menyadari dampaknya, ada pula yang membuat saya berbangga hati karena sudah merasa melakukannya dengan sebaik mungkin.
Misalnya, saya dulu tidak IMD, hiks. Saya saat itu belum tahu kalau IMD adalah hak yang bahkan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (hlm. 59). Atau mungkin, saat Kira lahir, peraturan yang disahkan tahun 2014 tersebut belum berlaku. Hal ini bisa menjadi dasar bagi para Ibu untuk mengomunikasikan kepada petugas kesehatan yang akan membantunya melahirkan.
Tidak hanya menunjukkan hal-hal yang akan dihadapi orang tua sejak dua garis di testpack mengumumkan kehadiran buah hati, buku ini juga memberikan solusi untuk menghadapinya. Mengapa kita mengalami morning sickness, dan bagaimana menghadapinya; apa saja yang menjadi sebab anak menangis, dan bagaimana menanganinya; pertanyaan ajaib yang sering muncul dari anak, dan bagaimana menjawabnya.
Setelah memasuki periode V (3–4 tahun), saya menemukan banyak hal yang sesuai dengan kondisi saat ini. Bagian “Kata Ayah Boleh, Kata Bunda Jangan” (hlm. 188) sering kami alami, haha. Ayah memang lebih santai, ya.
Perdebatan Ayah Bunda di depan anak tidak akan bermanfaat baginya. (hlm. 190)
Iya, kami bisa dikatakan tidak pernah bertengkar di depan anak, tapi berdebat. Saya melarang Kira makan cokelat sebelum tidur, malamnya tiba-tiba saya mendapati dia sedang mengunyah cokelat.
Dan ketika saya tanya, dia akan menjawab, “Tapi..., kata Ayah boweeeh.”
Hadew.
Ungkapan curahan hati anak membuat saya menjeda diri sebentar sebelum membaca penjelasan di bawahnya. Saya bayangkan, bila anak saya yang mengungkapkan hal tersebut. Misalnya:
“Setiap kali bertemu teman Ayah Bunda, kalian selalu memintaku menyalami mereka. Bahkan, tidak jarang Ayah Bunda menyuruhku mencium pipi mereka. .... Tapi, pada orang lain yang tidak kukenal, aku tidak suka.... Bolehkah jika Ayah Bunda tidak memaksaku mencium mereka?” (hlm. 169)
Saya mengernyit, lalu mendapat gambaran ketika Kira tampak tidak suka saya minta menyalami beberapa orang. Belakangan, dia bahkan menjawab ogah-ogahan dengan kata, “Capek.”
Dan setelah membaca petikan itu, saya menjawab otomatis dalam hati: “Tentu saja boleh.”
Berikutnya adalah hal yang saya khawatirkan di masa depan, ketika Kira mulai masuk sekolah. Bagaimana jika dia diganggu? Langkah apa yang akan saya ambil?
Pada akhirnya, tiap orang tua akan memilih jalan masing-masing, sesuai dengan kondisi dan pengetahuan. Karena itu, baik untuk menimbun pengetahuan untuk kemudian disaring, mana yang sebaiknya diterapkan dan mana yang tidak.
Karena memang tidak ada orang tua yang sempurna. Yang terpenting adalah terus berusaha menemukan pilihan-pilihan terbaik sesuai dengan kemampuan, lingkungan sekitar, dan respons buah hati. (hlm. 52)
Nah, kamu bisa mulai bersiap dengan ikut giveaway buku ini. Ada satu buku Dear, Ayah dan Bunda untuk kamu yang beruntung.
Sssttt..., kalo menurut kamu masih sangat lama, buku ini pas banget untuk dijadiin kado untuk calon ibu atau pengantin baru.
Caranya gampang kok...
- Like FB “Penerbit DIVA Press”.
- Kalau punya Instagram, follow @penerbitdivapress dan saya (opsional)
- Pastikan alamat kamu di Indonesia.
- Mari berimajinasi. Di atas, ada pertanyaan mengenai kekhawatiran saya ketika anak saya mulai masuk sekolah. Bayangkan saya sedang curhat ke kamu, saran apa yang akan kamu berikan?
- Tulis jawaban bersama nama dan alamat email di kolom komentar.
- Jawaban ditunggu sampai 10 Desember 2017. Pengumumannya Senin depan, 11 Desember 2017.
- Pemenangnya bakal diundi. Jadi, jawabannya santai aja, ya.
- Selamat berimajinasi dan semoga beruntung. ( ื▿ ืʃƪ)
Wajar sih sebagai ortu ingin selalu memberikan yang terbaik buat anak...nyesel kalo lakuin kesalahan, puas kalo nglakuin yg trnyta bener...tapi karena waktu gak bisa balik, yah perbaiki apa yg msih bisa diperbaiki, dan simpan pelajaran untuk menyambut adeknya nanti😅 perdebatan antar ayah dan bunda yah sering terjadi, tapi kalo kami saling memberi alasan kenapa berpendapat begini dan begitu,dan yg kalah baik alasannya yg ngalah... kalo memang hanya karena malas cucian tangan atau apa gitu, yah yg ngebolehin yg tanggung jawab...😂
ReplyDeleteSmabil terus belajar dari mana aja tentang menjadi ortu yg seharusnya, dan sebaiknya...
Rabiatul adawiyah ,rascpadawiy@gmail.com
Memang kita sebagai orangtua pasti khawatir ya kalau anak kita diganggu.. Sayapun pasti begitu.. Tapi, coba kalau kita renungkan sejenak, kekhawatiran kita akan membawa dampak kurang baik ke anak. Misalnya saja, karena khawatir, anak mau aktivitas ini itu jadi gak kita perbolehkan, apa-apa kita batasi.. Akhirnya, kreativitas anak yang dikorbankan, dan anak akan cenderung melakukan sesuatu dengan sembunyi-sembunyi..
ReplyDeleteNah, menurutku, solusinya yang pertama adalah: kita perbaiki mindset kita.. yakinkan diri kita bahwa berpikir positif akan memberikan hasil positif.. jadi, yakinlah bahwa anak gak bakal diganggu, insya allah/mudah-mudahan memang tidak diganggu..
Kedua, mungkin untuk berjaga-jaga atau worst case scenario, mungkin diajak latihan beladiri yaa.. jadi si anak diikutkan les beladiri dan kita, orangtua juga ikut les. tujuannya, selain dia dapet ilmu beladirinya, juga termotivasi karena kitapun ikut les tersebut.
sekian..
semoga membantu yaa :)
Mahendra Satria Jaya
mahen.satria@gmail.com
Hm.. kalau saya sendiri sih belum menikah karena usia saya baru menginjak 19 tahun. Tapi saya sangat suka dengan anak-anak, dan saya juga sangat antusias terhadap bumil terlebih dengan pengantin baru, karena teman-teman saya sudah ada yang menikah. Dari pandangan saya yang melihat dari ponakan saya, sangat wajar sih kalau orang tua khawatir terhadap lingkungan baru misalnya di sekolah, kan dia jauh dari pengawasan kita. Hal yang paling buruknya itu ketika di ganggu oleh teman sebayanya, atau cara dia bergaul yang baik, cara dia menerima dan menerapkan wawasan atau pengetahuan dari lingkungan tersebut dsb. Tetapi sebaiknya kita jangan terlalu mengambil persepsi dari sisi negatifnya, karena ketika terjadi hal yang demikian bukan berarti hal buruk saja yang akan didapat, namun juga ada hal baiknya. contohnya ketika dia diganggu hal pertama yang dirasakan mungkin bingung, karena tanpa sebab misal temannyga melakukan hal yang tidak disukai. Maka tanpa disadari anak akan membangun bentengnya sendiri, dia mulai merasakan bahwa apa yang mengganggunya itu adalah hal yang tidak disukai. nah, peran orang tua itu mengajarkan bagaimana mengekspresikan diri serta membentengi diri bahwa dia tidak mau diperlakukan dengan demikian, serta bagaimana kita memberi masukan atau cara agar anak itu tidak takut duluan. sehingga dengan pengertian tersebut maka dengan sendirinya anak akan beradaptasi bagaimana cara berteman dengan orang yang cara pandangnya berbeda, atau cara dia untuk mengenal anak kita itu dengan kejahilan misalnya. maka tanpa disadari anak jadi lebih tahan terhadap pengaruh dari teman-temannya. itu sih pendapat saya.
ReplyDeleteDewy Susilawati Utari
dewyri@yahoo.com
Saya seorang ibu dari anak usia 14 bulan. Sebagai orang tua, wajar ya pasti ada kekhawatiran-kekhawatiran yang muncul seperti itu. Satu atau dua gangguan sepertinya hal yang tidak dapat terhindarkan ya, sepertinya pasti ada. Entah memang itu gangguan atau anaknya yang merasa diganggu/terganggu. Kemungkinan besar dari teman-temannya, haha. Jangan terlalu diambil pusing, Bunda. Yang namanya bersosialisasi ya seperti itu. Jika masih bisa diatasi sendiri, biarkan anak yang mengatasi. Kalau kita over-protective, bisa jadi anak tidak berkembang kreatifitasnya. Biarkan dia melakukan problem solving selama dia mampu. Asalkan kita juga tetap waspada. Tetap lakukan komunikasi yang baik dengan anak. Usahakan anak agar dia tetap mau bercerita tentang sekolah dan teman-temannya. Dengarkan dia, tanggapi dengan baik, berikan solusi saat dia ada masalah (jika perlu). Kalau dia diganggu dalam skala kita perlu turun tangan, yuk mari, lakukan dengan bijak sesuai sikonnya. :)
ReplyDeleteTika Kurniawati
tikakurniawati376@gmail.com
Salam kenal ibundanya kira,saya juga seorang ibu (saat ini masih) dari satu orang anak yang usianya baru menginjak 2 tahun. kekhawatiran itu memang nyata ya bun, bahkan saat ini saya pun selalu khawatir jika dia diganggu anak lain terutama anak2 yang lebih besar darinya. sepertinya kita memang harus menyiapkan diri anak dari sejak dini jika kemungkinan-kemungkinan ini terjadi dimasa depan terutama di sekolah ya bun... mungkin untuk awal - awal kita harus menjelaskan batasan perilaku yang patut dan tidak patut dilakukan. mengenalkan hak hak kepemilikan (karena biasanya anak2 suka rebutan) dan aturan saat meminjam dan ajarkan untuk berbagi. kemudian ajarkan anak untuk bersosialisasi, karena jangan jangan anak merasa terganggu karena tidak biasa berada di lingkungan banyak orang (teman sebaya). terus ajarkan juga anak untuk bermain secara kooperatif bersama teman2. nah setelah itu barulah ajarkan tindakan apa yang patut dilakukan saat anak benar2 diganggu. nah ini saya juga masih bingung sih... sepertinya harus dilihat dulu gangguan macam apa yang di lakukan si anak nanti dan cara penanganannya juga pasti berbeda2. saya jawab gini aja ya bunda hihibi
ReplyDeleteintan tri mufaqoti
intanteem@gmail.com
klo diganggunya udah kelewatan, gw sih bakal datengin yg ganggunya. Gw marahin, minimal gw takut2in hehe
ReplyDelete#evil
Tp klo lu cukup sabar, ya lu ngomong baek2 aja ke anak tsb. Dg lu ngomong baek2, anak itu jg emg udh takut krn udh berbuat salah
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSetiap orang tua pasti khawatir pada anaknya, apalagi bila mereka memasuki dunia yang baru (dunia pendidikan). Tapi aku akan coba beri mereka kesempatan terlebih dulu untuk beradaptasi. Masalah adanya gangguan itu memang akan menyesakkan untuk kali pertama, tapi nantinya mereka bakalan bisa nanggapin perilaku itu dengan jalannya sendiri. Kalau tetap tidak mendapat penyelesaian, maka bolehlah orang tua turun tangan.
ReplyDeleteNama: Ayu Kristiana
Email: ayukristiana98@gmail.com