Komik ini berisi hadits yang bisa diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Tidak ada tokoh khusus dalam komik ini. Semuanya beda-beda.
Bener-bener kejadian sehari-hari yang bisa dialami di rumah, tempat bekerja,
kafe, jalan, masjid, tempat konser, kecuali sekolah. Nggak ada setting sekolah di komik ini.
Lagi, seperti kebanyakan komik lain, penulisannya tidak
terlalu diperhatikan. Kata-kata seperti di gundul, di deketin, kesini, jadi hal
yang wajar ditemukan. Saking wajarnya, ya jadi biasa aja nemu begitu di komik.
Padahal, akan lebih baik kalo mendapat perhatian lebih, biar yang baca terbiasa
dengan penulisan yang baik dan benar.
Oke, cukup untuk penulisannya. Karena ini komik, ayo konsen
ke gambar dan isi.
Gambarnya sudah lumayan. Tapi di halaman 141 kayak ada satu
lembar karya orang lain yang nyelip. Soalnya, keliatan banget beda jenis
gambarnya. *oke, ini su’uzhan. Biasanya, saya iseng2 ngetwit ke pembuatnya,
sih. /(>o<")\
Dan..., pembuatnya sudah konfirmasi. Lewat Twitter. Juga lewat komentar di bawah. Ngahahahah... Tulisan di atas emang kesannya tuduhan njiplak, yak? *ckckck, ampon, dah*
Padahal, maksud saya, kadang memang ada pembuat komik memang nyelipin karya asistennya.... Nah, saya kira Mas Hady juga begitu. Ternyata itu karya dia juga, yang model manga. *maafkan... (=.=")
Dan..., pembuatnya sudah konfirmasi. Lewat Twitter. Juga lewat komentar di bawah. Ngahahahah... Tulisan di atas emang kesannya tuduhan njiplak, yak? *ckckck, ampon, dah*
Padahal, maksud saya, kadang memang ada pembuat komik memang nyelipin karya asistennya.... Nah, saya kira Mas Hady juga begitu. Ternyata itu karya dia juga, yang model manga. *maafkan... (=.=")
Dari segi isi, karena isinya random banget, jadi bisa
menjangkau semua tempat dan kalangan. Mulai dari pengemis, mahasiswa, sampai
calon presiden. Beberapa isinya “ngena” banget.
Saya akan mengambil contoh hadits di halaman 46.
Abu Hurairah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Malanglah ia, malanglah ia, malanglah ia. Yaitu, seseorang yang hidup cukup lama menyaksikan hari tua ibu-bapaknya, tetapi ia gagal memperoleh surga (dengan jalan mengkhidmati mereka).” (HR. Muslim).
Cerita yang menyertai hadits ini tentang anak perantauan
yang kemudian menjadi terlalu sibuk, terlalu penting, bahkan untuk sekadar
meladeni telepon dari orang tua.
Saya termasuk orang perantauan. Memang nggak seekstrem tokoh
di komik ini. Tapi, tetep aja, ada saat-saat saya merasa bahwa apa yang saya
lakukan di perantauan lebih menyenangkan daripada meladeni orang di rumah. (T-T”)
Yang pernah merantau pasti juga pernah merasakan hal yang sama. *maksa*
Yang pernah merantau pasti juga pernah merasakan hal yang sama. *maksa*
Hal lain yang menarik dari komik ini saya temukan di halaman
88. Seorang anak cewek dimarahin ayahnya karena pulang jam 10 malem. Emosi,
anak cewek ini apdet status di akun Fb-nya. Yang bikin agak shock adalah isi
statusnya yang nggak banget. Apalagi dia pake jilbab.
Di sisi lain, ini kenyataan.
Ada anak-anak seperti ini di sekitar kita. Namanya juga anak
muda, ngerasa semua yang dia lakukan benar, ngerasa terlalu dikekang, dan
seterusnya. Dan media sosial adalah diary terbuka.
Kita bisa menulis apa saja. Orang bisa berkomentar apa saja.
Bagian ini memberi banyak pelajaran bagi yang membaca.
Bahwa emosi sesaat memang mengerikan. Maka wajar jika
dikatakan orang yang kuat adalah yang dapat menahan amarah.
Bahwa media sosial memang sebaiknya digunakan dengan bijak.
Nggak perlulah semua orang tau masalah dalam hidup kita. Lagian,
tempat terbaik untuk curhat tetep Tuhan.
Tapi, hadits yang disampaikan di akhir kisah ini malah susah
saya pahami. Seakan nggak cocok dengan kisah yang dijabarkan.
Berikut ini haditsnya.
Abdullah Bin Amr menuturkan, Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya, yang terbesar dari dosa-dosa yang besar ialah orang yang memaki (mengutuk) kedua ayah bundanya.” Ketika ditanya, “Bagaimana seseorang mengutuk ayah bundanya?” Rasulullah Saw. menjawab, “memaki ayah orang lain, lalu dibalas ayahnya yang dimaki. Dan, memaki ibunya orang lain, lalu dibalas ibunya dimaki.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kalau hadits itu dipotong pada kalimat pertama, saya masih
paham, karena sesuai dengan kisah yang diceritakan. Tapi, kelengkapan hadits
itu justru membingungkan, karena tidak klop dengan kisah yang disampaikan
sebelumnya.
Selain tentang cewek yang curhat di medsos itu, hal lain
yang menarik di komik ini saya temukan di halaman 126. Judulnya: 7 Golongan
yang Dinaungi Allah. Biasanya—demikian pula dalam komik ini di halaman
sebelum-sebelumnya—kalau judulnya begitu, akan ditunjukkan sesuai dengan
judulnya, yaitu 7 orang yang dinaungi Allah. Tapi, di bagian ini justru
kebalikannya.
Misalnya:
1. Pemimpin yang adil, contoh yang diberikan
pemimpin yang curang. 2. Pria yang diajak selingkuh tapi takut karena Allah, contoh yang diberikan justru cowok yang bilang, “Kamu nggak usah takut, …. Toh suamimu juga ga tau, kan,” ke cewek yang dia ajak selingkuh.
3. Orang yang bersedekah diam-diam, contoh yang diberikan justru pemberian santunan yang diliput stasiun TV.
Karena sebelumnya contoh-contohnya masih normal, di bagian
ini saja jadi baca ulang judulnya. Kok contohnya aneh-aneh? Pikir saya.
Ternyata, pembuatnya memang sengaja memberi kebalikan dari 7 golongan orang
yang dinaungi Allah.
Ada beberapa hadits yang menurut saya kurang pas contohnya.
Misalnya, di halaman 140.
Ibnu Umar menyatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sejahat-jahatnya dusta adalah bila seseorang mengaku kedua matanya melihat sesuatu yang tidak dilihatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Tapi, kisah yang menyertainya adalah tentang dua orang
pemuda yang sedang nongkrong. Salah satu dari dua pemuda itu melihat seorang
perempuan seksi. Dia sudah memberi tahu temannya, tapi temannya tidak percaya
dan tetap sibuk dengan HP. Ketika cewek itu sudah jauh, baru si pemegang HP
sadar jika dia baru saja melewatkan “pemandangan”. Nah, di sinilah dia
berbohong kepada temannya dengan berkata, “Gue ga kecewa, tadi juga gue liat,
kok!”
Saya yang memang awam jadi berpikir, “Lah, dusta begini di
mana jahatnya…?”
Begitulah.
Selain beberapa hadits lain yang sulit saya pahami—mungkin,
karena ketidakcocokan hadits dan kisah yang dipaparkan—pergantian posisi hadits
dan kisah di komik ini juga sempat membingungkan. Di awal sampai halaman 50,
hadits disampaikan lebih dulu, baru kemudian kisah. Tapi, tiba-tiba berganti.
Kisah dulu, baru hadits. Ini memerlukan penyesuaian membaca.
Tetap saja, saya mendukung komik sebagai salah satu media
untuk menyampaikan ajaran kebaikan.
Semangat, para komikus Indonesia….
(งˆ▽ˆ)ง