Novel Seperti Bintang, seperti yang bisa dilihat back
cover-nya di sini, bercerita tentang persahabatan empat cewek.
Nggak usah diceritain ulang, itu back cover udah
ngasih gambaran kisah di novel ini, deh. *bilang aja malas*
Untuk teenlit, buku ini bagus sekali. Tentang
persahabatan, keluarga dan cinta. Tapi, yang menjadi fokus utama adalah masalah
persahabatan. Cinta dan keluarga memberi warna pada persahabatan mereka.
Saya tidak suka novel teenlit. Apalagi yang hanya
membahas perkara cinta. Bukan karena ketika muda saya tidak pernah merasakan
cinta yang seperti itu. *walau memang kisah saya tidak seperti yang di
buku-buku itu, tapi sungguh bukan ini alasannya, haghaghag*
Tapi, lebih karena… ayolah, masalah remaja itu banyak
banget. Kepercayaan diri, pencarian jati diri, persahabatan, prestasi, hubungan
dengan kakak dan adek, dan sebagainya dan sebagainya. Termasuk masalah cinta,
memang. Cinta saat remaja memang bisa memakan waktu dan tenaga banget. Tapi
nggak perlu juga difokusin ke itu-itu aja. *baiklah, ini masalah selera*
Novel Seperti Bintang ini ada di salah satu tumpukan
punya adik suami saya. Syukurlah dia milih bacaannya agak beres.
Seperti umumnya novel remaja, novel ini juga sudah ketebak
alur ceritanya. Tapi saya tetap menikmati perjalanan persahabatan Lala, Mandy,
Niken, dan April.
Kekuatan novel ini terutama di karakter tokoh-tokohnya yang “jadi”,
bukan asal jadi. Tiap tokoh konsisten dengan karakter masing-masing, Lala yang
kocak, April yang lemot, Mandy yang cool, dan Niken yang cantik—oke,
yang terakhir ini memang bukan karakter.
“…tapi kuliah nanti, kami bakal pisah semua,” kata Mandy sedikit mengeluh.“Pisah cuma jarak, kan?”—p.167
Salah satu manfaat novel adalah sebagai bentuk pembelajaran
tidak langsung. Kadang, kita tidak mengerti harus bersikap bagaimana terhadap
situasi tertentu dan orang tertentu. Nah, salah satunya bisa dipelajari dari
novel.
Kalo di novel ini, ketika keempat sahabat ini marahan,
solusi yang mereka ambil bisa dijadikan contoh.
“Kalo kalian semua memang berteman, kalian pasti balik lagi,” kata Ivan yakin.“Kalo nggak?”“Berarti mereka bukan teman sejati,” kata Ivan ringan.—p.145
Selain tokoh-tokohnya, gaya bercerita penulis yang santai
juga bikin nggak kerasa tau-tau udah mau abis aja lembaran-lembaran novel ini. Gambar pengantar awal bab juga menarik. Kadang saya berhenti sebentar buat merhatiin gambar itu. :D
Dari segi editing, rapi sekali. Hanya ada satu kata yang salah, di yang seharusnya dipisah malah digabung, tapi lupa di halaman berapa.
Kalo punya sahabat, bolehlah buku ini dijadikan kado.
(⌒▽⌒)
No comments:
Post a Comment