Entri Populer

Friday, 13 September 2013

Senyum Karyamin (Ahmad Tohari)


Judul     : Senyum Karyamin
Penulis : Ahmad Tohari
Penerbit: Gramedia
Halaman: 73 halaman


 
sumber: bp.blogspot.com
Ahmad Tohari penulis yang memiliki kekhasan dari sisi tokoh dan setting. Dia selalu mengambil tokoh dari kalangan ekonomi menengah ke bawah (begini, kan, istilah umumnya?) dengan setting pedesaan yang kuat. Novel triloginya, Ronggeng Dukuh Paruk; Catatan buat Emak, Jantera Bianglala, dan Lintang Kemukus Dini Hari yang kemudian diterbitkan ulang dalam bentuk satu buku: Ronggeng Dukuh Paruk telah difilmkan dengan judul Sang Penari.
 Buku ini berisi 13 cerpen ini Ahmad Tohari dari berbagai media, hasil pengumpulan oleh Maman S. Mahayana. Dan pada bagian akhir ada ulasan mengenai cerpen-cerpen di dalamnya oleh Sapardi Djoko Damono. 

Mungkin bagi yang tidak mengerti bagaimana kehidupan pedesaan, kumpulan cerpen ini akan terkesan berlebihan. Tohari mengajak kita melihat kehidupan rakyat kecil dari sudut pandang rakyat kecil. Jangankan memikirkan mau membangun rumah berdinding batu, mereka terlalu sibuk memikirkan hendak makan apa hari ini. *Ya, sudah saya bilang, mungkin terkesan berlebihan. Tapi, sebenarnya tidak. 

            Sebagian tokoh yang bernasib tragis bukan pengangguran, bukan pula pemalas. Tapi seolah keadaan yang memaksa mereka untuk berada di posisi itu. Membuat saya berpikir bahwa inilah alasan orang tua saya berkata agar kami, anak-anaknya, mau belajar dengan keras. Agar tidak perlu kerja fisik yang berat dan dapat dengan mudah digantikan orang lain. Seperti tokoh-tokoh di kumpulan cerpen ini.

          Saya tidak memiliki pengalaman hidup di pedesaan. Hanya melihat dari jauh. Tipe anak penurut yang jika dibilang jangan ke sawah maka saya tidak ke sawah… *begitulah* Tapi, kehidupan mereka juga nggak jauh-jauh amat. Tapi, setidakpengalaman apa pun Anda dengan kehidupan pedesaan, pasti ada tetangga, orang di pasar, di jalan, yang akan teringat oleh pembaca ketika membaca buku ini. 


           Membuat kita berpikir-pikir, mungkin… hidup mereka juga begitu. Mungkin…, orang gila itu seperti si Sulam (cerpen “Wangon Jatilawang”). Dan saya adalah salah satu dari orang-orang yang (kadang otomatis) berjengit ketika berpapasan dengan  orang seperti Sulam. Tak mau berdekatan, apa lagi menerimanya sebagai tamu di rumah. Ada banyak alasan yang bisa kita sampaikan. Bau, jorok, kotor, ngeri, takut mengamuk, bodoh, bebal, bikin malu, dan lain sebagainya. Percuma diberi pakaian, akan segera kotor. Percuma diajak bicara, tidak akan nyambung. Percuma diberi tahu, pasti akan mengulang kesalahan yang sama. Tak akan mempan diberi tahu. Diamkan saja. Jauhi.
Tapi…, bagaimana jika mereka kebetulan lahir di lingkungan keluarga kaya? Yang pasti, masalah kotor, bau, dan jorok kemungkinan sangat jauh berkurang. Sekotor apa pun, akan selalu ada pembantu yang menggantikannya dengan baju yang bersih. Dan bagaimana jika “gila” itu hanya perkara kelebihan kromosom (seperti yang baru2 ini saya lihat di foto fb). Apakah terdengar lebih bermartabat dan membuat kita lebih mau berbaur? 

          Begitu. Memang panjang sekali pikiran saya melantur hanya dari sebuah cerpen. 

Meskipun yang saya jadikan contoh adalah cerpen “Wangon Jatilawang”, cerpen favorit saya di buku ini adalah “Senyum Karyamin”, “Surabanglus”, “Syukuran Sutangbawor”, dan  “Blokeng”. 

Membaca Senyum Karyamin itu… seperti tertampar. saya rasa, aparat pemerintahan mulai dari RT, RW, dan selanjutnya ke atas, sebaiknya membaca cerpen ini. Saya yakin, ada banyak Karyamin di luar sana. Bahkan di lingkungan pedesaan yang dikenal dengan sosialisasi yang baik. Ehm, maksud saya, selalu mengetahui perkembangan terkini mengenai tetangga-tetangganya, lalu mendiskusikannya. *hei, saya nggak bilang rumpi* ~..~”


         Yang sedikit mengganggu, beberapa diksi yang asing dan tidak diberi footnote. Ayolah, buku ini disebar nasional dan tidak semua orang mengerti arti kata-kata dalam bahasa Jawa. Kata seperti nganyar-anyari, mintoni, botoh, dan sebagainya. Mengganggu ritme membaca karena harus bertanya dulu atau googling tentang arti kata-kata itu.
Saya juga mendapat beberapa diksi baru yang masih jarang terdengar: rumpon dan propagandis. :D
Yang menjadi pertanyaan, kata “acuh” di naskah ini masih digunakan untuk mengganti kata “tak peduli”. Jadi penasaran. Kata acuh ini mengalami perubahan makna atau memang kekeliruan penggunaan kata acuh ini sudah sejak dulu?

 …Protes pertama dilayani dengan sikap acuh. Protes kedua dilayani dengan sorot mata yang tajam. Protes selanjutnya dilawan dengan pendekatan persuasif sehingga akhirnya tak ada protes. (p. 51)


Hhh…. Ini utang saya untuk minggu ini.
Semoga besok nggak perlu terburu-buru begini lagi. Haghaghaghaghag….
selamat membaca.
Terima kasih sudah mampir.
(^-^)n

Wednesday, 11 September 2013

Komik My Adorable Fatty Girl (Lee Hee-Jung)



My Adorable Fatty Girl (Lee Hee-jung)
Judul     : My Adorable Fatty Girl
Penulis : Lee Hee-jung
Penerbit: PT. Elex Media Komputindo
Seri        : 6 seri

 
sumber: http://1.bp.blogspot.com

Kali ini, nyoba bahas komik Korea. Kalo udah sampe di rental komik, biasanya lamaaaaa…. Banget. Bingung nentuin mau pinjem yang mana. Nah, suatu ketika, karena buru-buru saya jadi ngambil komik ini. Cover-nya lucu. Judulnya menarik. Walaupun…, model gambarnya kurang suka. Biar gimana, masih bagus komik Jepang.
Dari judulnya, mungkin sebagian udah bisa nebak tentang apa komik ini. Dan memang begitulah isinya. Ditambah dengan “sihir” lewat obat hasil percobaan-percobaan gagal seorang profesor. Sihir yang saya maksud itu alasan yang bikin ke-tidak-masuk-akal-an dalam komik jadi “mungkin”.


         Komik ini bercerita tentang si … namanya susah, sebut aja cewek gendut yang mau bunuh diri karena tekanan dari lingkungan. Sebenernya, keluarganya fine-fine aja, tapi temen-temen sekolah, termasuk temennya dari kecil, selalu ngejek dia. Dan pas cowok tampan yang dia kagumi juga bilang dia monster dan nggak sudi deket-deket dia, terus cewek-cewek fans si cowok tampan nge-bully sampe keterlaluan, si cewek gendut pun terpuruk. Dia udah nyiapin tali yang diiket di pohon dan korsi. Dan ketika dia udah masang tali di leher dan nyingkirin kursinya… terjadi sesuatu.
Talinya putus. (o.O”)
Saking beratnya badan si cewek gendut, talinya sampe putus dan dia jatoh berdebum, sampe nembus tanah di bawahnya dan ngebongkar satu tas penuh tabung berisi obat, Masing-masing tabung itu ditempeli label. Salah satunya: kecantikan.  
            Walaupun ada warning kalo: “hanya boleh dikonsumsi bagi yang sudah siap mati”, cewek gendut yang sudah putus asa dan sudah mencoba bunuh diri… tentu sudah siap mati. Jadi, dia telen tu obat.
            Apa yang terjadi?
            ..............
            Dia jadi cantik.
            
           Terus, semua hal yang nggak pernah dia bayangan bakal terjadi dalam hidupnya pun mulai terjadi. Cowok-cowok terpesona. Cewek-cewek jadi sirik. Punya banyak temen. Bahkan, jadi model.
          Dan cerita pun terus berkembang… sampe jilid 6, haghaghaghag….
          *ayolah, ini komik. Nggak perlu sinopsis lengkap dari jilid 1-6, kan... :D Kalau tertarik dengan cerita awalnya itu, langsung hunting dan nikmatin aja.*
          Okay….
          Tu obat ternyata emang punya efek samping yang nggak maen-maen. Cewek gendut pun harus menanggung akibatnya. Apa, tuh? Baca, geh…. (O-O”) 



         Selain gambar yang nggak terlalu memuaskan, ceritanya pun agak belibet… biasanya juga emang gitu sih komik-komik beginih… ~..~” 
        Ada dua orang yang saling suka tapi susah mengungkapkan. Nggak bakal gerak salah satu kalo nggak ada “halangan”. Ada yang suka sama si cowok, cewek cemburu. Ada yang suka sama si cewek, cowok cemburu. Barulah mereka paham kalo mereka saling suka.
          Iya, standar emang. Cerita cinta komik kan umumnya emang beginih…
Temen kecil si cewek gendut tu sebenarnya suka, tapiii… tipe cowok yang susah ngungkapin perasaan dengan jujur. Karena bingung dan nggak mau diejek suka sama si gendut, dia pun jadi berkata-kata kasar ke cewek gendut. Sebenernya, dia suka banget liat ekspresi tu cewek.
          Sementara, si cewek udah telanjur jadian dengan sesama model pas jadi cantik. Dan cowok model itu nggak mau ngelepasin gitu aja walau udah tau tu cewek aslinya nggak cantik. Si cewek gendut udah jadi mainannya. Mainan kesayangannya yang nggak boleh dilepas.
          Ketika si cewek gendut bingung mau milih yang mana, seseorang yang liat dia nangis bilang:
“Aku tidak tahu bagaimana cara menghiburmu, tapi…. Bagaimana kalau kau mencari hal yang paling kau inginkan? Bukankah berjalan ke arah tujuan hidupmu disebut kebahagiaan?” (seri 5)
          Pilihan cewek gendut pun jatuh kepada….

Iya, benar…. 

Pokoknya tebakan kalian bener, dah. >_<

Ini komik tentang rasa tidak percaya diri. Tentang bangkit dari keterpurukan. Tentang persahabatan dan cinta. 

          Lumayanlah kalo lagi pengen bacaan santai. Lumayan jugalah kalo buat menuh-menuhin tulisan di blog dengan santai <<< inilah modus sebenarnya haghaghaghaghaghaghag…. <(^0^)>
         Tapi…, model begini lebih bagus komik To Be Beautiful. Modelnya kumpulan kisah, tapi masih terkait. Lupa, berapa seri, ya… Nggak sampe 10 kayaknya. Kapan-kapan bakal saya pinjem dan baca ulang untuk dibuat ulasannya. :D

Okay, segini dulu.
Makasih sudah mampir.
(^_^)/

Thursday, 5 September 2013

Charles Dickens: Oliver Twist


Judul        : Oliver Twist
Penulis     : Charles Dickens
Penyadur : Dion Yulianto
Penerbit   : Laksana
Tahun       : 2013
Halaman   : 179

cover buku
Sumber: https://fbcdn-sphotos-c-a.akamaihd.net/hphotos-ak-ash3/p480x480/1270_579369572083780_1993847364_n.jpg

Saya baru saja selesai membaca Charles Dickens, Oliver Twist, versi terbitan Laksana. Mungkin, banyak dari kalian yang sudah membaca karya ini.

Tapi, tetap akan saya berikan gambaran singkat mengenai novel ini.

Sebelumnya, di pengantar penerbit sudah disebutkan bahwa penyaduran naskah oleh penerbit ini dilakukan dengan penyederhanaan.


“Upaya penyaduran dilakukan untuk lebih memperkenalkan karya ini kepada pembaca muda, yang rata-rata lebih memilih buku bacaan yang tidak tebal dan bisa selesai dalam sekali-dua kali duduk.” (p.6)


Itu…, saya banget. Pembaca muda. *ahem* Selesai membacanya dalam… lebih dari dua kali duduk, sih. Soalnya disambi manasin aer buat bikin teh, bikin teh, ngambil camilan di meja, setoran ke kamar mandi, nyuci rendemen cucian, dan lain-lain. Jadi… lebih dari sekali-dua kali duduk

Di pengantar penerbit juga ada saran untuk membaca versi terjemahan lengkapnya yang sudah banyak di Indonesia. Btw, di jurusan bahasa asing, ada nggak sih perbandingan terjemahan? Ada kayaknya…, mungkin novel dengan banyak versi terjemahan begini bisa buat kajian, nih. Saya juga mau…, kalo karya Agatha Christie ada yang udah nggarap selain Gramed. Eh…, udah ada, ding. The Mysterious Affair at Styles. Sapah yang mao ikhlas ngebeliin versi penerbit laen itu? *kedip2* Tapi nggak dalem paling hasil analisisnya, bukan anak jurusan sastra bahasa asing, sih. (yaelah, ngulas naskah ae masih begini, mau ngadain perbandingan) haghaghaghag…. Mending g usah kali, yak. :D


Okay…, lanjut ke novel ini.

Ceritanya tentang anak yang sejak kecil sudah sengsara. Lahir ditinggal mati ibunya, tinggal di panti asuhan yang tidak mengasuh. Diperjualbelikan sebagai budak.

Sampai di sini, saya teringat film “Perfume”. Saya bayangkan kondisinya serupa seperti si tokoh utama waktu kecil di film itu.

Setelah lari dari tuannya, si Oliver ini terperangkap ke dalam komplotan pencopet. Dimulai lagilah episode memilukan selanjutnya dalam hidupnya.

Sampe sini, saya ngebayangin anak-anak itu sepertinya diperlakukan nggak separah di film “My Name is Khan”. *Ah? Apa intermezo seperti ini mengganggu? Kalau membaca kan kita memvisualisasikan. Dan visualisasi itu kita dapat dari rekaman di otak. Yang nyangkut pertama kali waktu baca bagian itu ya film itu. (The first “itu” refers to? And the second “itu” refer to?*halah*)Kalau kalian lebih banyak referensi, sepertinya imajinasi kalian akan lebih luas pula… kan banyak pilihan.

*nah, sudah dulu ngaconya*

Terus, gimana nasib anak ini akhirnya? Hm…, nggak boleh, nggak boleh dikasih tau. Baca dan temukan sendiri efeknya buat kalian, haghaghag…. 3:)


Sayangnya, beberapa hal yang dihilangkan membuat cerita pada beberapa bagian janggal.

Misalnya, si Oliver cuman minta tambah sup aja reaksi orang-orang di panti sosial dan dewan kota segitunya. Saya jadi berpikir, “Buset…, lebay amat reaksinya? Tu anak kan cuma bilang minta tambah sup. Nggak boleh ya bilang aja nggak boleh.”  Entah kalo di naskah aslinya ada penjelasan. Kalo dari buku ini, saya rasa karena kemiskinan yang sangat membuat orang-orang sensitif dan mudah naek darah.

Ada salah nama *Argh, saya sebal sekali kalau menemukan ini.* (p. 35.)

Beberapa kutipan menarik.



“Begitulah salah satu sifat gelap manusia, ketika ia tidak bisa membalas dendam pada orang-orang yang menyakitinya, sering kali ia melampiaskannya kepada orang yang lebih lemah darinya.” (p.34)


“Ada kepalsuan di balik air mata, banyak juga keceriaan yang diselubungi tangisan pura-pura dan topeng dukacita.” (p.37)


Begitu pun, maksud yang disampaikan di pengantar penerbit memang sampai. Bacaan ini termasuk ringan. Saya pikir, saya harus mulai dengan berkerut-kerut karena akan membaca salah satu karya klasik. *ketauan jarang baca karya klasik, haghaghaghag….

Nah, begitu saja.
Terima kasih sudah mampir.
(^0^)/

Tuesday, 3 September 2013

Novel XX karya AR Arisandi


Judul                     : XX
Penulis                  : AR Arisandi
Penerbit                : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit           : 2007
Tebal                     : 216 halaman


 Cover buku XX
sumber: http://resensiku.blogdetik.com/files/2009/01/xx.JPG



(Lho, nggak ada editornya? Apa ni naskah bersih dari penulisnya tanpa diedit, ya?) *garuk2
Begitu ngecek halaman belakang, nggak ada pula tentang penulisnya. Okay…, Arisandi inih mao identitasnya disembunyikan, tah?
Mari kita bahas.

Sinopsis (diambil persis dari back cover buku XX)


Aku tak sabar menunggu hari saat kita bisa menghabiskan pagi dengan melihat anak-anak kita tumbuh, dan menikmati senja dengan melihat matahari terbenam. XX

Selama bertahun-tahun, Liana menerima SMS yang berisi pernyataan cinta dari seseorang yang hanya menyebut dirinya sebagai XX>Liana tidak punya bayangan sedikit pun siapa orangnya yang setia memujanya demikian lama, sampai kemudian XX menyampaikan sesuatu yang hanya diketahui Liana dan sahabat-sahabatnya serta suami-suami mereka.

Apakah XX ternyata salah satu dari suami-suami sahabat-sahabatnya itu?

Lalu apa artinya XX? Mengapa dia tidak menyebut dirinya X kalau hanya tidak ingin menyebut namanya? Kenapa harus XX?

Di antara banyak pertanyaan, satu hal yang Liana yakini—XX pernah berada “satu frame” bersamanya di salah satu masa dalam hidupnya.

Liana harus menelusuri masa lalunya untuk menemukan pikiran sakit seseorang yang tak bisa berhenti mencinta.
***

Sekarang, sinopsis versi saya. Mmm…, penjabaran sinopsis mungkin (?).


Liana adalah salah satu anggota geng D7++. Awalnya, nama geng itu adalah D7 saja. Diambil dari alamat kos mereka, yaitu Dago 7. Anggota geng itu adalah empat wanita: Dona, Mela, Putri, dan Liana. Dua orang laki-laki, Doddy dan Akmal, yang kemudian menjadi pacar Mela dan Putri sering bergabung dengan mereka sehingga geng itu pun berubah nama menjadi D7++. Setelah semua anggotanya menyelesaikan kuliah, geng ini bubar. 


Seperti umumnya hubungan yang terpisah jarak cukup lama, mereka mulai renggang. Namun, tetap berjanji akan berkumpul setidaknya setahun sekali. Dan tahun ini, mereka berjanji akan berkumpul dengan lengkap. Doddy sudah menikah dengan Putri. Akmal sudah menikah dengan Mela. Liana dengan Yaris. Dan, Dona dengan Archie. Pada pertemuan itu, Liana sedang dalam proses perceraian. Dan pada pertemuan itu, mereka kembali membahas pemuja rahasia Liana, XX.


Liana digambarkan sangat cantik. Tipe wanita yang dapat melumpuhkan logika laki-laki. Oke, imajinasikan artis favorit kalian masing-masing, kira-kira seperti itulah Liana. Bukan hanya pemuja rahasia, pemuja terang-terangannya pun banyak. Termasuk, Akmal dan Doddy. 


Novel ini mengambil sudut penceritaan orang pertama, melalui Dona. Pencarian jati diri XX yang diyakini pernah menjadi bagian masa lalu Liana membawa cerita flashback ke masa-masa tokoh-tokoh ini kuliah melalui cerita Dona. 


Kecurigaan demi kecurigaan pun muncul. Karena bisa jadi, XX adalah orang terdekat Liana. Termasuk, Akmal, Doddy, bahkan Archie. Semua itu memicu pertengkaran demi pertengkaran. Mengguncang persahabatan dan pernikahan. Punya temen cewek cantik banget yang sampe bikin cowok nengok nggak mau ngedip itu memang bangga-bangga jengkel. Tergantung situasi. Haghaghag….  


Mengorek-ngorek masa lalu memang tidak selalu menyenangkan. Apalagi, jika hasilnya mungkin menghadirkan kebenaran yang menyakitkan. Masing-masing tokoh mendapat pelajaran hidup dalam proses pencarian XX.


Lalu, siapakah XX?

***

Satu hal yang saya yakini, penulis ini terkontaminasi oleh Agatha Christie. Itu pasti << maksa. Hahay.... Entah kalo ditambah penulis lain, yak. Beberapa gayanya menyembunyikan fakta mirip Agatha. Buat yang baru baca model novel begini, mungkin akan terpesona. Salah satu temen kos saya buktinya. Dia terpesona dan bilang bagus.

Nah, kalo buat yang udah sering baca novel model begini…, nggak begitu surprise, jadi nggak begitu ngena karena udah bisa ketebak. Salah satu temen kos saya yang lain sependapat dengan ini. Saya pun termasuk golongan yang terakhir itu. Hm…, agak lupa karena sudah lumayan lama bacanya. Tapi, sepertinya, sebelum bab lima, saya sudah bisa menebak siapa pelakunya.

Bukan sombong. Begini, ketika membaca novel detektif, kalau saya boleh menyebutnya begitu, kita akan memiliki banyak sekali dugaan. Jangan-jangan A, B, atau C? Lalu, sepanjang cerita, kita akan mencocok-cocokkan dengan tuduhan kita itu. Ketika semakin banyak yang cocok…. Nah! :D

Ibarat benteng, penulis sudah berusaha memberi banyak lapis pertahanan, tapi… masih berhasil tertembus. Beda dengan Agatha Christie yang… *baiklah, saya harus berhenti sebelum menyimpang terlalu jauh.
Walaupun begitu, novel ini cukup menarik untuk dibaca sampai selesai. Yah…, setidaknya untuk membuktikan bahwa analisis kita memang benar. :)

Secara keseluruhan, ini salah satu novel detektif buatan orang Indonesia yang lumayan banget. :D
Kalau ingin mengetes kemampuan menebak pelaku kejahatan dengan fakta-fakta yang cukup adil, cobalah baca buku ini dan ceritakan… pada bab berapa kalian mulai bisa menebak siapakah XX sebenarnya. 

Sekian.
Terima kasih sudah mampir. (>0<)/

Friday, 30 August 2013

Jeffery Deaver: Speaking in Tongues (Lidah Tak Bertulang)



Judul                     : Lidah Tak Bertulang

Penulis                 : Jeffery Deaver

Alih Bahasa         : B. Sendra Tanuwidjaja

Penerbit              : Gramedia

Tahun                   : 2008

Halaman              : Lupa liat, bukunya di rumah, he....



 
Cover buku Lidah Tak Bertulang
Sumber: http://tokoedu.com/image/cache/data/buku/TEA38B/B7%20Dewasa/lidah-500x500.jpg

 

Ini salah satu buku yang menyusup di sela-sela keterpurukan minat baca saya.

 

Kenapa? Jawabannya adalah cover. Dan, back cover.

 

Saya belum bisa bilang apakah ini termasuk mana karya Deaver yang masterpiece atau bukan karena baru ini karya Deaver yang saya baca. Saya tahu kalau karya dia bukan hanya satu baru-baru ini di bazaar buku Gramedia Sudirman Yogya. Tapi…, tetep nggak beli karena masih termasuk mahal dan jengkel karena dari sekian banyak buku yang didiskon, nggak ada satu pun buku Agatha Christie. Waktu tanya petugasnya, jawabannya karena cover-nya masih baru. Owh (“o”) Okeee…. 

 

Banyak yang bilang, don’t judge book by it’s cover. Tapiii…, kadang, seperti kasus kali ini, cover memang berpengaruh. Seperti kalian lihat, cover-nya menarik, kan? Ekspresi mata itu menunjukkan ketakutan dan ruang berjendela itu suram dan sedikit menakutkan (karena efek mata di atasnya). 

 

Isi back cover buku itu…. 

 

Dua pria yang ahli menggunakan kata-kata… Yang pertama hanya mencari kedamaian. Yang lain, ingin membalaskan  dendam.

 

Tate Collier, mantan pengacara terpandang, kini menjadi pemilik tanah pertanian di pedalaman Virginia, berusaha melupakan masa lalunya.



 

Aaron Matthews, psikolog brilian, telah mengarahkan bakat dan kepintarannya demi mencapai tujuan yang mematikan: mengincar Tate, mantan istrinya, dan putrinya untuk membalaskan dendam yang tak terkatakan.

 

Matthews mulai menggulirkan rencananya yang mengerikan, menghancurkan keluarga kecil yang tercerai-berai itu, juga siapa pun yang berusaha menghalangi langkahnya. Tate dan mantan istrinya harus bersatu demi menghentikan psikopat yang memiliki keahlian memutarbalikkan kata, meniupkan bujukan halus, dan menanamkan dusta beracun, senjata yang lebih berbahaya daripada belati dan senapan…



*** 


Sebentar, saya agak-agak lupa.

 

Sejak awal, ini memang pertempuran terbuka antara dua orang yang ahli berkata-kata mempengaruhi orang lain. Seperti yang tertulis di back cover buku itu. Tidak ada tokoh terselubung. Yang ada adalah adu muslihat.

 

Dimulai dengan jebakan Matthews ke Megan, anak gadisnya Tate. Setelah mengalami beberapa rintangan, Megan berhasil dibawa dan disekap di ruangan (yang akan kita imajinasikan seperti di cover itu). Tapi, tanpa cahaya yang masuk. Digambarkan gelap sekali di sana. Mungkin karena saya takut gelap, efeknya jadi dobel. Terus, dia terjebak di dalem gedung itu tanpa tahu apa-apa. Tanpa tahu ada siapa saja di sana.

 

Sementara, Tate dan mantan istrinya mulai menerka-nerka apa yang menimpa anak mereka. Dan Matthews mulai menikmati permainannya.



 

Seperti film thriller luar negeri yang sering kita tonton, buku ini juga seperti itu. Membacanya, kita bisa membayangkan adegan-adegan di dalamnya seperti dalam film-film itu. Buku ini menampilkan perjuangan untuk membebaskan orang terkasih, juga perjuangan untuk membebaskan diri sendiri. 

 

Syukurlah, dalam buku ini tindakan-tindakan yang diambil tidak bikin geregetan. Seperti jika kita nonton tokoh utama cewek yang sudah melihat betapa kejam penjahat dan ketika mendapat kesempatan membunuh, ia hanya memukul atau menusuknya sekali, lalu lari. Tanpa memastikan tokoh itu mati. Dan biasanya tokoh itu memang belum mati. Dan tokoh utama cewek kita ini pun hampir mati lagi. *hosh…, hosh…. Ngetiknya penjabaran contohnya aja ngos-ngosan jengkel*

 

Efek mencekamnya dapet. Terutama, dari sisi si Megan yang disekap itu. Tetep ada surprise. Keterangan alasan Matthews melakukan itu semua juga ada. Yang agak membosankan, mungkin pemaksaan pemakaian ilmu psikologi dalam hampir tiap “pertempuran”. Aih…. Karena keseringan, gereget kekuatan lidah mereka malah jadi kurang.

 

Tapi, tetep buku yang menarik untuk dibaca. Mungkin, kalo buat penggemar film model “Saw” atau “Chainsaw”, buku ini bisa disebut: camilan.



Nah, terima kasih sudah mampir.
Selamat membaca.
(^_^)/

Thursday, 29 August 2013

Motinggo Busye: Rosa Berdosa, Rosa Berduri


Saya menemukan buku ini di tumpukan obral pada sebuah pameran (bazaar) buku di Mandala Bakti Wanitatama. Stan apa, lupa. Kalau nggak salah, harganya lima ribu atau sepuluh ribu. Kalo nggak segitu paling nggak beli, he.... Yang menarik mata saya adalah ehm, oke saya akui dengan jujur, covernya. XD

Saya ambil buku ini dan tertawa. Eh, buset…, cover zaman kapan, nih? pikir saya. Lalu, saya lihat nama penulisnya: Motinggo Busye. 

Sepertinya, saya beberapa kali mendengar nama ini. Maka, saya belilah buku ini. Beneran, nama penulisnya yang bikin saya bawa buku ini ke kasir. Bukan cover-nya. Beneran bukan. *Uhuk

Siapa itu Motinggo Busye? Silakan tanya Mbah Google.

Saking lamanya buku ini, saya bahkan lupa kalau pernah punya dan… udah pernah baca. ~..~”


Yang bikin saya baca ulang buku ini sampe abis adalah Motinggo terkenal sebagai penulis novel ehem-ehem (katanya). Saya cuma kenal Fredy S. Itu pun belum pernah baca karyanya. Segera, ahihihi…. Dramanya, Malam Jahanam sudah dua kali saya tonton ketika dipentaskan. Jadi, pengen liat karyanya yang bentuk lain. Dan, dia lahir di Lampung. Aha! Jadi…, gitu, deh.

Baru saja buku ini selesai saya baca (lagi) dan… akan saya bahas.




Cover buku Rosa Berdosa Rosa Berduri
Sumber:http://inzubooks.com/234-283-large/rosa-berdosa-rosa-berduri.jpg

Judul              : Rosa Berdosa, Rosa Berduri
Penulis           : Motinggo Busye

Penerbit         : CV Persama Indonesia

Tahun terbit  : 2000

Tebal              : 185 halaman


Sinopsis

Rosa Matondi adalah seorang wanita penggoda. Bukan, bukan pelacur atau wanita panggilan. Dia tidak minta bayaran atau merasa terpaksa atas apa yang dilakukannya. Dia murni wanita penggoda. Hobinya adalah menggoda laki-laki. Mulanya berkenalan, lalu memancing-mancing menggoda, lalu menelepon (biasanya jam 02.00—entah kenapa, tidak dijelaskan), lalu bertemu kembali, lalu kalau mood sudah tercipta pun, terjadilah ahem-ahem. 


Rosa, seperti wanita penghibur berpengalaman umumnya, digambarkan memiliki… daya tarik. Suaranya, gesture-nya. Dan, pelayanannya pun memuaskan. *nah, mulai pada kedip2 neh yang baca

Kelakuan Rosa itu membuat keluarganya dan keluarga anak gadisnya, Juli, berantakan. Rosa dan Bono, suaminya, bercerai. Julia dan suaminya, Nelson, juga bercerai. Perceraian Julia dan suaminya karena mendapati suaminya sedang berdua di kamar dengan ibunya, Rosa. Padahal, Julia tahu bagaimana kelakuan ibunya.


Rosa masih saja merajalela. Salah satu korbannya adalah pelanggan Julia. Hal inilah yang membuat Julia kembali mencampuri kehidupan ibunya, Untuk mendapatkan bantuan, dia pun meggamit ayahnya yang sudah menikah lagi, Bono, untuk membantunya merayu Rosa agar berubah. Tapi, sanggupkah Bono menghadapi rayuan Rosa?



Bahkan, kekasih Julia yang baru pun dirayunya.

Semakin sulit didapat, semakin besar hasrat Rosa untuk menguasai laki-laki itu untuk memberinya keharuman dan pesona mawar sekaligus menancapkan duri-durinya tajamnya.


Sekarang, hal-hal yang akan saya bahas.

Pertama.

Hoth.


Karena Motinggo terkenal dengan penulis ehem-ehem, saya sudah menyiapkan mental untuk adegan hot. Tapi…, saya harus kecewa karena ternyata tidak se-hot yang dibayangkan (oleh saya?). Yah…, Motinggo memang menuliskan kehidupan orang yang melakukan seks bebas, namun tidak vulgar. Ini salah satu contohnya:


“Belum pernah aku membawa suami orang ke kamar tidurku ini, kecuali kamu, Bon,” bisik Rosa.

Dan tiba-tiba saja waktu tak berfungsi bagi dua insan ini. Waktu mereka surut ke alam beberapa tahun yang silam, saat masih menikmati indahnya sebuah kehidupan perkawinan.

“Bon…, kali ini aku puas sekali…,” bisik Rosa.

“Aku juga.” (p. 102)



Sudah. Begitu. Iye, di-skip adegannya. Dasar kalian inih, maunya apa, sih?

Saya sempet mikir. Begini kok dia menuliskannya. Kenapa dihebohin? Mungkin, karena beda generasi, ya? Dulu, mungkin begini sudah termasuk hot (?).


Kedua. 

Cerita.


Entah ini naskah ditulis Motinggo tahun kapan. Tapi diterbitkan tahun 2000, berarti setahun setelah kematiannya. Cara menceritakannya masih pake cara lama. Misal, alur maju lancar, sampe bagian flashback-nya juga. Penyebutan tokoh sering kelewat lengkap: Drs. nibung SH, Drs. Daud SH. Dan sekitar 20 halaman terakhir makin banyak typo. Hadew…. 


Dari logika cerita. Saya mempertanyakan ke-lebay-an Julia. Kenapa dia harus serisau itu antara memberi tahu pelanggan salonnya bahwa Rosa itu ibunya atau bukan? Memang ngaruhnya apa kalo dia bilang: “Rosa itu ibu kandung saya.”?


Dan kerisauan itu yang akhirnya dipilih Julia untuk menutupi fakta bahwa Rosa adalah ibunya (halaman 1-83) ditutup dengan lempeng tanpa efek apa pun (p. 152). Hah?

Juga, perubahan Rosa. Secepat itu? *hela napas

Ketiga.

Amanah.


Beberapa kali saya membaca novel lama, pesan yang disampaikan penulis lawas (maaf kalo ada yang nggak berkenan dengan istilah ini) adalah untuk tenang saat menghadapi masalah. Terutama, perselingkuhan. Semarah apa pun. Semembara apa pun. Tahan. Berpura-puralah tak tahu apa-apa. Berpura-puralah tak terjadi apa-apa. Jangan langsung menyerang. Biarkan tenang dulu. Baru bicarakan. Baik-baik. Entah kalau perkembangannya tetap terjadi perang. Ahihihi… :D


*Apa saya sudah menyampaikan maksud dengan baik, ya? Mudah-mudahan sampai.


Sering geregetan dari dulu kalo baca (atau nonton) kisah yang orangnya bersabar…. Tapi, mereka-mereka itu kan lebih tua. Seiring perkembangan usia, saya pikir kadang langkah seperti itu perlu juga. Tahan dulu emosi. Baru bahas masalah yang terjadi dengan tenang. Kalau bisa, tanpa menghakimi. Kalau dihakimi, biasanya yang dilakukan orang pertama kali adalah mem-protect diri. Strategi menahan diri seperti itu sepertinya memang perlu diterapkan kadang. Kadang-kadang. ^_^

Kesimpulannya, ini novel biasa-biasa aja. Ya cerita, penceritaan, tokoh, atau amanah.


Pendapat saya ini hanya berdasarkan satu karya Motinggo, jadi tidak bisa dijadikan pukul rata pada karyanya yang lain. Lagi pula, karyanya yang ini malah nggak masuk di profilnya di wikipedia. Karyanya yang lumayan sering disebut kayaknya Tante Maryati. Entah suatu ketika nanti berjodoh ketemu atau nggak. Kalo buat niat nyari sih nggak, ah. :D



Nah, terima kasih sudah mampir. (^0^)/

Pages