"Inyong kira kuliah itu enak, kayak di FTV."
Menjadi mahasiswa, seperti perjalanan lain dalam hidup,
adalah proses. Ketika kuliah di FBS UNY, saya termasuk mahasiswa yang
kos-perpus-kampus. Tapi kemudian di sela-sela itu saya mulai melihat
pertunjukan anak tari—yang rajin disambangi beberapa mahasiswa laki-laki karena
menyaksikan anak tari latihan saja bisa menjadi penyegaran—atau menyambangi
pameran TA anak seni rupa—yang dulu kesannya untuk orang-orang tertentu saja
padahal siapa pun boleh masuk.
Setelah berabad-abad lulus dari sana, saya berkesempatan
membaca karya TA salah satu anak seni rupa. Judulnya: Inyong Bocah UNY.
Isinya bikin ngakak, sekaligus mikir.
Asiknya bikin TA begini, kesannya pembuatnya curcol sembari
menggarap. Tapi menurut saya isinya bagus. *ya iyalah, buat TA mosok
sembarangan*
Dari karakter, tokohnya dapet. Berasal dari Banyumas dengan
logat ngapak, tokoh ini meski kadang ngeselin, jadi lucu.
Menurut saya, logat ngapak unik. Semua logat unik. Tapi,
logat ngapak baru saya dengar pertama kali di Jogja. Awal-awal mendengar, saya
tidak bisa menahan tawa. Tapi toh tawa tidak melulu bermaksud menghina. Beneran
lucu, lho. Lucu dalam artian unik. Apalagi kalau mereka kumpul. Saya sering
senyum-senyum, menahan tawa. Soalnya, khawatir orang salah sangka.
Alurnya mengalir. Dimulai dari tokoh berpamitan kepada orang
tua, lalu halangan dan rintangan selama kuliah, perjuangan untuk bertahan, ada
kisah cinta juga, hingga akhirnya penyelesaian.
Awal datang ke kampus, pasti semangat. Ada dunia baru yang bisa dijelajahi. Apalagi yang merantau. Ngekos adalah pengalaman seru.
Jeng Jeng! Awal dateng ke kampus. Excited. |
Awal datang ke kampus, pasti semangat. Ada dunia baru yang bisa dijelajahi. Apalagi yang merantau. Ngekos adalah pengalaman seru.
Seiring perjalanan waktu~~~ |
Seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan. Kuliah, tidak seperti sekolah, nyaris tanpa tuntutan. Mahasiswa harus mewaspadai dirinya sendiri. Waspada dari rasa malas, dari senggangnya waktu yang disediakan kampus sebelum ancaman DO datang.
Hingga kemudian, tiba saat orang tua nan jauh di mata semakin intens menanyakan kelulusan untuk kesekian kalinya. Karena, lama sekali anaknya kuliah, nyaris melebihi masa tempuh ketika anaknya masih di jenjang SD. Ingin membantu, tapi tidak bisa. Mereka cuma ingin melihatmu lulus dan wisuda. Karena itu artinya mereka berhasil membekalimu dengan cukup ilmu untuk kemudian mandiri dengan kehidupanmu.
Isi komik ini sebagian adalah curcol, sebagian adalah kritikan kepada UNY—yang menurut saya bagus.
Dosen model begini saya kira ada di mana-mana. |
Misalnya, jenis-jenis dosen yang ditampilkan. Dosen killer, dosen jarang masuk (sampe mahasiswa nggak tau orangnya yang mana, tau-tau ujian aja~~~), dosen tipe "dewa" (nilai A hanya miliknya), dan lain-lain, ngoahahahhahah..... Saya rasa, tipe-tipe dosen begini bisa ditemukan di universitas mana saja.
Sebagian kisah dalam buku ini dapat dijadikan pembelajaran untuk mahasiswa dan calon mahasiswa berikutnya. Bahwa menjadi mahasiswa adalah perjuangan. Setidaknya, untuk membahagiakan orang tua. Ketika kuliah, pasti ada saatnya kita ingin berontak dari sistem di kampus. Tapi, demi kebahagiaan orang tua, bertahanlah sebentar lagi. Kalau tidak tahan, segera keluar dari sana. Dengan membawa ijazah tentu.
“Ada dua kepastian yang didapatkan ketika wisuda,
yang pertama adalah ijazah
dan yang kedua adalah kebahagiaan orang tua.”
Jika segmennya diperluas menjadi mahasiswa secara
keseluruhan, dan bukan mahasiswa UNY saja, saya kira komik ini akan bisa
diterbitkan dan laku di pasaran.
MIsalnya, mahasiswa model begini. |
That feel~~~ |
Chapt ini kalau saya potong segini misa bikin mispersepsi, ya. Cie..., Inyong pegangan tangan sama Kibo~~~ Ahahahahah.... *iseng* |
Judul: Inyong Bocah UNY
(Buku Komik 2015)
Karya: Anggoro Ihank
Tebal: 130 halaman