Komik ini meraih piagam penghargaan khusus
dalam ajang Kosasih Award 2016. Dari empat kurator, karena bukan berasal dari
dunia seni rupa sama sekali, saya hanya pernah mendengar nama Seno Gumira
Ajidarma.
Seno memang penulis yang memiliki ketertarikan
khusus pada lukisan.
Buku ini dicetak terbatas. Di belakang buku,
ada keterangan bahwa buku ini diperbanyak dan diedarkan oleh milisi press
Surabaya.
Cetakan pertama hanya 45 eksemplar. Disertai
dengan keterangan bahwa pembayaran diharapkan cepat karena akan digunakan untuk
memutar lagi dana tersebut.
Hal tersebut mereka lakukan karena tentu sulit mencari penerbit mayor yang mau menerbitkan karya seperti ini. Di sisi lain, buku ini menjadi terkesan eksklusif, karena hanya ada beberapa saja--setidaknya untuk sementara.
Dan entah bagaimana pengumuman ini menyasar ke
laman facebook saya. Beberapa kawan yang berkecimpung di dunia desain
pernah—kalau tidak bisa disebut sering—menyebut nama Kosasih atau menyebut
ajang osasih Award ini. Maka, dengan senang hati—dan harapan tinggi mereka akan
membeli—saya share postingan itu.
Setidaknya, ada yang benar-benar membeli, dan saya bisa
membacanya saat ini. (⌒▽⌒)
Bagi saya, masing-masing karya memiliki
kekuatan tersendiri. Beberapa pesan memang tepat disampaikan dengan ringan dan
sederhana, beberapa lagi, seperti buku ini, padat dan berat.
Sebagian gambar di buku ini membuat saya
berusaha bertahan untuk melihat detailnya, sebagian lagi tidak berani saya
teliti. Bukan takut, tapi ini cuma karena saya membacanya tengah malam, oke?
Isinya adalah bentuk kemarahan kepada
pemerintah. Kemarahan yang kemudian berujung pada kepasrahan.
Hanya yang rakus... |
Pada sudut yang lain, orang2 bersembunyi di balik kursi kayu yang mereka anggap sebagai kuasa wakil Tuhan!—p. 15
Selain itu, buku ini juga mengkritisi
televisi. Bagaimana besarnya pengaruh media tontonan itu kepada manusia.
Sebenarnya, mungkin bukan hanya televisi yang
sangat berpengaruh pada kepala manusia saat ini, internet juga. Tapi, dipilih
spesifik televisi karena salah satu yang disorot adalah iklan.
Mereka... penerus kita. |
“ayo bekerja-ayo belanja sebelum mati menjemput dan kita hidup belum sempat menjajakan keserakahan, karena hanya yang rakus yang bisa bertahan hidup!”—p. 27
Kenyataannya, mental konsumtif memang kental
di negara kita.
Juga, seperti teriakan lain, banyak yang
berakhir terbenam dalam dada masing-masing.
Kita, pada akhirnya, selama ini selalu pasrah.
Tenggelam dalam protes-protes kita sendiri.
Sementara bumi tempat kita menumpang ini
semakin sengsara.
Dan kita, tidak bisa berbuat apa-apa.
Favorit. |
Yah, itu interpretasi saya. Kamu bisa saja
mendapat kesan yang berbeda.
Buku ini bisa jadi selingan pilihan menarik.
Dan mungkin ingin kamu koleksi kalau suka dengan gaya gambarnya.
Sayang, ada salah satu halaman yang tulisannya kepotong.
halaman terpotong |
Judul: Sepotong Kisah Sepenggal Kepala
Karya: Abdoel Semute
Penerbit: Milisi Press Surabaya
Tebal: 100 halaman
Ukuran: A5
Wow. saya baru tahu ada buku sebagus dan selangka ini. Keren ya.
ReplyDeleteItu, rada serem kalo dibaca malem2.
DeleteHu um, buku model begini jaraaaanggg~~~ banget dilirik penerbit maor, kecuali jelas2 bakal menghasilkan. :D
great book, great review
ReplyDelete