Banyak orang yang rela melakukan berbagai cara agar
terkenal.
Atau, (merasa) terkenal.
Ketika pemilihan presiden, melihat beberapa nama
pebisnis, saya heran. Apa lagi yang mereka cari? Harta pasti sudah bertaburan….
Ketika saya diskusikan dengan suami, jawabnya karena mereka ingin tercatat
dalam sejarah.
Ah, benar juga.
Wanita otomatis mendekat.
Tinggal tahta yang perlu dikejar.
Agar semakin banyak yang mengenal, mengagumi, menghamba.
Bukan cuma di dunia politik. Di dunia sastra pun demikian.
Kasus yang sampai sekarang buntutnya masih panjang ya
seputar nama salah seorang yang nyantol sebagai salah satu dari 33 sastrawan
dalam buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh yang
kontroversial.
Lalu, apa kaitannya dengan judul celotehan ini?
Tulisan ini memang mau saya gunakan untuk menyinggung para penulis
pemula.
Ada banyaaak cara agar tulisan atas nama kalian tercetak.
Jalan paling cepat, ya cetak sendiri. Baca sendiri.
Jalan lain, berakrab rialah dengan pemilik penerbit.
Jalan lain lagi, pacaran dengan penulis beken.
Ada banyak cara.
Apa pun cara yang kalian ambil, terserahlah.
Tapi, setidaknya, pastikan tulisan kalian itu berguna.
Nggak usah jauh-jauh dulu, berharap tulisan kalian
menginspirasi kehidupan orang lain, misal.
Tapi, coba tanyakan:
Misal, cerita tentang orang pacaran.
Sita, cewek 16 tahun, pacaran dengan Rama, cowok 17 tahun.
Mereka bertemu pertama kali ketika Rama tanpa sengaja
menabrak Sita yang sedang membawa tumpukan buku. Lalu, Sita yakin bahwa Rama
adalah jodohnya. Seperti halnya Rama yang yakin bahwa Sita adalah jodohnya. See?
Pikiran mereka aja sama. Mereka pasti jodoh.
Setelah pertemuan-pertemuan tanpa sengaja yang sepertinya
sudah sangat diatur oleh benang takdir. Di mana ada Sita, nggak sengaja liat
Rama. Saat Rama ada di mana-mana aja, nggak sengaja ketemu Sita.
“Hah? Dia lagi? Sudah pasti dialah jodohku.” Begitu yang ada
dalam pikiran mereka.
Setelah itu, Rama tiba-tiba menghilang. Dan Sita pun merasa
seperti butiran debu di lirik lagu Rumor.
Sita pun mulai bangkit berkat bantuan Wana. Ketika mulai
merasa bisa jatuh cinta pada Wana, ternyata kenyataan tentang Rama terungkap.
Rupanya, Rama menjauh karena mengidap penyakit mengerikan yang akut. Penyakit
apa ajalah, pokoknya yang bikin meninggal dalam kurun waktu tertentu. Banyak
banget ini pilihannya, yang sudah hafal, boleh mulai menyebutkan di komentar.
Sita pun menyesal meragukan cinta Rama. Tapi, dia akhirnya
merelakan kematian Rama. Karena sudah ada Wana di sampingnya.
Gimana?
Ide cerita itu dahsyat, kan?
Ngahahahahah…. *lalu dibegal*
Saya memang nggak terlalu suka romance menye-menye.
Tapi juga bukan berarti anti. Yang mengerikan adalah jika ide naskah di atas
dieksekusi dengan fokus di kisah cinta Sita-Rama-Wana saja.
Karena kalau demikian, saya ingin bertanya:
“Apa yang kalian harapkan didapat pembaca dari kisah itu?”
Bahwa cinta bisa datang dari tabrakan dengan latar buku
berserakan?
Bahwa cinta datang setelah diatur Tuhan melalui
kebetulan-kebetulan?
Bahwa ketika seseorang pergi dari hidup kita, bisa jadi justru
karena sayang sama kita? Karena dia mengidap penyakit mematikan?
Jika memang hanya demikian, menurut saya, sayang-sayang pohon yang
ditebang.
Tulisan kalian akan dibaca orang lain.
Apa kalian nggak ingin memasukkan sedikit saja pengetahuan
tambahan di dalam naskah itu?
buat yang cowok, coba bayangin pembaca tulisan kalian beginih... |
Minimal, akan ada informasi tentang game dan gamer yang
didapat pembaca.
Kalian akan bisa memberi gambaran bagaimana risiko berpacaran
dengan gamer. Dan bahwa kehidupan gamer nggak melulu suram dengan
stik dan layar. Mereka juga bisa langgeng pacaran.
Kalau kalian buat Rama sakit karena kebanyakan main game,
misal. Artinya, kalian ingin mengingatkan para gamer untuk lebih menjaga
diri.
Kalau kalian buat Rama tetap berprestasi meski seorang gamer,
misal. Artinya, kalian ingin mengingatkan agar jangan langsung merendahkan
kemampuan akademik gamer. Juga, memacu agar gamer bisa seperti
tokoh Rama.
Di atas minimal sedikit, ada pesan yang ingin disampaikan
oleh penulis.
Jadi, bukan sekadar cerita begini:
Pokoknya Rama gamer. Soalnya, gamer itu keren.
Lalu, karena disebut gamer, Rama digambarkan sering main game. Pokoknya
sering. Lalu, game yang diceritakan adalah COC. Dan 2048.
Lagi-lagi, coba tanyakan:
“Apa yang kalian harapkan didapat pembaca dari kisah itu?”
Pesan, atau amanat, adalah salah satu unsur intrinsik
novel, lho.
Tapi, sepertinya belakangan semakin sering terpinggirkan.
Membanggakan memang, jika nama kita tercantum sebagai penulis.
Tapi, jika isinya tidak berguna...?
Mungkin, beginilah nasibnya.
Nah, pesan saya, buatlah tulisan yang (setidaknya) berguna.
Sekian.
Sumber Gambar:
Huaaa...baru beberapa hari lalu ngebahas soal ini sama teman dan semua terwakili di tulisan ini. Mungkin kita jodoh, Jah..#eh. Padahal waktu sekolah dikasih tahu sama Bu Guru kalau tulisan harus ada amanatnya, tapi banyak (termasuk akuh!) yang kadang lupa dan lebih memilih menulis cerita yang muter-muter biar terkesan pinter, gelap biar dikira sastra kelas tinggi, kelam biar mencekam, seronok biar ngetop, dll. Tulisan ini #notetomyself banget. Makasi ya Ajjah..*ketjup
ReplyDeleteNgahahahahah....
DeleteIyak. Sama2... :* :*
Gua nulis buat para penulis pemula yang semangat... :D
Jadi, gua ntar baca karya mereka juga semangat.
Ngahahahahah....
Dulu guru bahasa Indonesia gua di SMA Pak Tamba, Nggi.
Tak terlupakan...
(●´ω`●)ゞ
Memang semakin semaraknya dunia penulisan tak jarang juga
ReplyDeleteditemui beberapa karya yang istilahnya hanya mumpung terbit,
artinya tak terlalu mempedulikan unsur-kalo dalam pembahasan
ini-amanat. Alih-alih membawa pengetahuan atau pemahaman
(baru) justru malah merusak citra sastra dengan menyuguhkan
kisah-kisah yang dangkal. Saya selalu ingat kata-kata teman yang
bilang bahwa : Tulislah kebenaran ! Dan setidaknya kebenaran itu
tercermin dalam amanat he he :)
Iya. Menurut saya, sayang banget kalo orang yang punya teknik kemampuan menulis dengan menarik justru tidak menyisipkan amanat yang bermanfaat.
DeleteMakasih sudah mampir, Mas. :)