Entri Populer

Wednesday 22 April 2015

Amanat, Unsur Intrinsik yang Kian Tersisih



Banyak orang yang rela melakukan berbagai cara agar terkenal.
Atau, (merasa) terkenal.

Ketika pemilihan presiden, melihat beberapa nama pebisnis, saya heran. Apa lagi yang mereka cari? Harta pasti sudah bertaburan…. Ketika saya diskusikan dengan suami, jawabnya karena mereka ingin tercatat dalam sejarah.
Ah, benar juga.


Harta sudah ada.

Wanita otomatis mendekat.

Tinggal tahta yang perlu dikejar.





Agar semakin banyak yang mengenal, mengagumi, menghamba.


Bukan cuma di dunia politik. Di dunia sastra pun demikian.
Kasus yang sampai sekarang buntutnya masih panjang ya seputar nama salah seorang yang nyantol sebagai salah satu dari 33 sastrawan dalam buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh yang kontroversial.  


Lalu, apa kaitannya dengan judul celotehan ini?
Tulisan ini memang mau saya gunakan untuk menyinggung para penulis pemula.




Ada banyaaak cara agar tulisan atas nama kalian tercetak.


Jalan paling cepat, ya cetak sendiri. Baca sendiri.
Jalan lain, berakrab rialah dengan pemilik penerbit.
Jalan lain lagi, pacaran dengan penulis beken.

Ada banyak cara.
Apa pun cara yang kalian ambil, terserahlah.

Tapi, setidaknya, pastikan tulisan kalian itu berguna.


Nggak usah jauh-jauh dulu, berharap tulisan kalian menginspirasi kehidupan orang lain, misal. 
Tapi, coba tanyakan:



Apakah tulisan kalian memberi pengetahuan baru bagi pembaca?



Misal, cerita tentang orang pacaran. 

Sita, cewek 16 tahun, pacaran dengan Rama, cowok 17 tahun.
Mereka bertemu pertama kali ketika Rama tanpa sengaja menabrak Sita yang sedang membawa tumpukan buku. Lalu, Sita yakin bahwa Rama adalah jodohnya. Seperti halnya Rama yang yakin bahwa Sita adalah jodohnya. See? Pikiran mereka aja sama. Mereka pasti jodoh.

Setelah pertemuan-pertemuan tanpa sengaja yang sepertinya sudah sangat diatur oleh benang takdir. Di mana ada Sita, nggak sengaja liat Rama. Saat Rama ada di mana-mana aja, nggak sengaja ketemu Sita. 

“Hah? Dia lagi? Sudah pasti dialah jodohku.” Begitu yang ada dalam pikiran mereka.

Setelah itu, Rama tiba-tiba menghilang. Dan Sita pun merasa seperti butiran debu di lirik lagu Rumor. 

Sita pun mulai bangkit berkat bantuan Wana. Ketika mulai merasa bisa jatuh cinta pada Wana, ternyata kenyataan tentang Rama terungkap. Rupanya, Rama menjauh karena mengidap penyakit mengerikan yang akut. Penyakit apa ajalah, pokoknya yang bikin meninggal dalam kurun waktu tertentu. Banyak banget ini pilihannya, yang sudah hafal, boleh mulai menyebutkan di komentar.

Sita pun menyesal meragukan cinta Rama. Tapi, dia akhirnya merelakan kematian Rama. Karena sudah ada Wana di sampingnya.

Gimana?
Ide cerita itu dahsyat, kan?
Ngahahahahah…. *lalu dibegal*


Saya memang nggak terlalu suka romance menye-menye. Tapi juga bukan berarti anti. Yang mengerikan adalah jika ide naskah di atas dieksekusi dengan fokus di kisah cinta Sita-Rama-Wana saja.
Karena kalau demikian, saya ingin bertanya:

“Apa yang kalian harapkan didapat pembaca dari kisah itu?”

Bahwa cinta bisa datang dari tabrakan dengan latar buku berserakan?


Bahwa cinta datang setelah diatur Tuhan melalui kebetulan-kebetulan?


Bahwa ketika seseorang pergi dari hidup kita, bisa jadi justru karena sayang sama kita? Karena dia mengidap penyakit mematikan?


Jika memang hanya demikian, menurut saya, sayang-sayang pohon yang ditebang.


Tulisan kalian akan dibaca orang lain.
Apa kalian nggak ingin memasukkan sedikit saja pengetahuan tambahan di dalam naskah itu?


buat yang cowok, coba bayangin pembaca tulisan kalian beginih...



buat yang cewek, coba bayangin pembaca tulisan kalian beginih...


Misal, Rama adalah seorang gamer.

Minimal, akan ada informasi tentang game dan gamer yang didapat pembaca.

Kalian akan bisa memberi gambaran bagaimana risiko berpacaran dengan gamer. Dan bahwa kehidupan gamer nggak melulu suram dengan stik dan layar. Mereka juga bisa langgeng pacaran. 

Kalau kalian buat Rama sakit karena kebanyakan main game, misal. Artinya, kalian ingin mengingatkan para gamer untuk lebih menjaga diri.

Kalau kalian buat Rama tetap berprestasi meski seorang gamer, misal. Artinya, kalian ingin mengingatkan agar jangan langsung merendahkan kemampuan akademik gamer. Juga, memacu agar gamer bisa seperti tokoh Rama.  

Di atas minimal sedikit, ada pesan yang ingin disampaikan oleh penulis.

Jadi, bukan sekadar cerita begini:
Pokoknya Rama gamer. Soalnya, gamer itu keren. Lalu, karena disebut gamer, Rama digambarkan sering main game. Pokoknya sering. Lalu, game yang diceritakan adalah COC. Dan 2048.

Lagi-lagi, coba tanyakan:
“Apa yang kalian harapkan didapat pembaca dari kisah itu?”



Pesan, atau amanat, adalah salah satu unsur intrinsik novel, lho.



Tapi, sepertinya belakangan semakin sering terpinggirkan.






Membanggakan memang, jika nama kita tercantum sebagai penulis. 

Tapi, jika isinya tidak berguna...?
Mungkin, beginilah nasibnya.



Nah, pesan saya, buatlah tulisan yang (setidaknya) berguna.
Sekian.




Sumber Gambar:

4 comments:

  1. Huaaa...baru beberapa hari lalu ngebahas soal ini sama teman dan semua terwakili di tulisan ini. Mungkin kita jodoh, Jah..#eh. Padahal waktu sekolah dikasih tahu sama Bu Guru kalau tulisan harus ada amanatnya, tapi banyak (termasuk akuh!) yang kadang lupa dan lebih memilih menulis cerita yang muter-muter biar terkesan pinter, gelap biar dikira sastra kelas tinggi, kelam biar mencekam, seronok biar ngetop, dll. Tulisan ini #notetomyself banget. Makasi ya Ajjah..*ketjup

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ngahahahahah....
      Iyak. Sama2... :* :*
      Gua nulis buat para penulis pemula yang semangat... :D
      Jadi, gua ntar baca karya mereka juga semangat.
      Ngahahahahah....
      Dulu guru bahasa Indonesia gua di SMA Pak Tamba, Nggi.
      Tak terlupakan...
      (●´ω`●)ゞ

      Delete
  2. Memang semakin semaraknya dunia penulisan tak jarang juga
    ditemui beberapa karya yang istilahnya hanya mumpung terbit,
    artinya tak terlalu mempedulikan unsur-kalo dalam pembahasan
    ini-amanat. Alih-alih membawa pengetahuan atau pemahaman
    (baru) justru malah merusak citra sastra dengan menyuguhkan
    kisah-kisah yang dangkal. Saya selalu ingat kata-kata teman yang
    bilang bahwa : Tulislah kebenaran ! Dan setidaknya kebenaran itu
    tercermin dalam amanat he he :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya. Menurut saya, sayang banget kalo orang yang punya teknik kemampuan menulis dengan menarik justru tidak menyisipkan amanat yang bermanfaat.
      Makasih sudah mampir, Mas. :)

      Delete

Pages