Entri Populer

Monday 26 January 2015

Kita dan kami (Kekeliruan Penggunaan Pronomina)


“Kita? Lu aja kali. Gue nggak.”


Pernah dengar istilah begitu? Berarti Anda cukup dewasa~*hindari kata tua*

Saya kembali teringat dengan istilah itu ketika sedang menghadapi naskah dengan sudut pandang penceritaan orang pertama, lalu menggunakan kata ganti kita di dalamnya.

Tidak ada masalah, kalau yang dimaksud dengan “kita” adalah dirinya dan pembaca. Ada beberapa naskah lain yang memakainya dan baik-baik saja. Namun, penggunaan “kita” menjadi tidak tepat ketika yang dimaksud dengan “kita” sesungguhnya adalah “kami”.

            Berikut saya beri contoh penggunaan kita yang sesuai dan tidak sesuai. Keduanya menggunakan sudut pandang pencerita (POV) orang pertama.

Contoh 1:


Sebagai seorang mahasiswa baru, aku tidak berani macam-macam di kelas. Beberapa kali melihat tindakan bully terhadap Tissa, aku menutup mata. Tidak usah ikut campur, tidak usah ikut campur. Demikian kuulang-ulang dalam hati. Setiap hari.

Hingga suatu kejadian mengubah pola pikirku. Aku bosan berpura-pura buta melihat tindakan mereka terhadap Tissa.

Lagi pula, sebagai sesama manusia, kita tidak mungkin diam saja, kan, melihat penganiayaan di depan mata? Coba bayangin, kalau kita yang ada di posisi Tissa, gimana?



Bandingkan dengan penggunaan “kita” pada cerita berikut ini.

Contoh 2:


Aku seorang gadis yang duduk di semester pertama di salah satu universitas ternama Yogyakarta. Di sana, aku bersahabat dengan Nina, Nino, dan Nani. Kita sering menghabiskan waktu bersama di sela-sela jadwal kuliah, sekadar berbincang-bincang atau bahkan berdiskusi.

Tidak ada yang dapat menghancurkan persahabatan kita. Tadinya kupikir begitu. Hingga suatu hari, Nino dan Nani datang.

“An, kita minta maaf. Selama ini, kita nyembunyiin sesuatu dari kamu.”

Keningku mengernyit. Ada apa ini? Hatiku bertanya-tanya.


NB: itu cerita bukan ngutip punya orang. Barusan aja saya karang…, dengan posisi penggunaan kata kita yang setara dengan kasus yang saya temukan di naskah. Jadi nggak ada pihak yang dirugikan, ya.



Sudah terasakah perbedaannya?

Jika belum, mari kita telaah lebih lanjut.

Ini pengertian kata “kita” dan “kami” di KBBI.

ki·ta pron 1 pronomina persona pertama jamak, yg berbicara bersama dng orang lain termasuk yg diajak bicara; 2 cak saya;

-- orang cak kita;


ka·mi pron 1 yg berbicara bersama dng orang lain (tidak termasuk yg diajak berbicara); yg menulis atas nama kelompok, tidak termasuk pembaca; 2 yg berbicara (digunakan oleh orang besar, msl raja); yg menulis (digunakan oleh penulis)


Mumet, deh, bacanya…. Intinya aja gimana?
Oke~

Ketika menggunakan kata “kita”, artinya orang yang sedang diajak ngomong termasuk.
Ketika menggunakan kata “kami”, artinya orang yang sedang diajak ngomong tidak termasuk.


Contoh:

“Eh, Aini! Kita nggak suka, ya, kamu deket-deket Adit!” kata Rani yang tiba-tiba datang dengan pasukannya, Susan, Anna, dan Melda.


*ala sinetron. Nggak tau juga kalo anak-anak SMA sekarang beneran begini*


Penggunaan kata “kita” di sana mungkin maksudnya untuk menunjukkan keegoisan, tapi penggunaannya salah~


Kata “kita”, artinya yang ngomong, dalam kasus di atas Rani, mengikutsertakan Aini. Maknanya jadi begini:

Kita (Rani, Susan, Anna, dan Melda, dan juga Aini) nggak suka, ya, kamu (Aini) deket-deket Adit!

Coba, kalimat itu jadi aneh, kan?


Jadi, kalo ada yang bilang begitu ke kalian--kalo2 kalian di-bully--bisa, deh jawab gini: “Kita? Lu sama kawan-kawan lu aja kali. Gua nggak. Gua suka-suka aja tu kalo gua deket-deket Adit.”


Ngahahahahahah... <(^0^)>
Oke, bukan kalian. Itu contoh jawaban saya kalo saya yang dapet omongan begitu.


Ehm. Kita balik ke contoh 2 di atas:

“An, kita minta maaf. Selama ini, kita nyembunyiin sesuatu dari kamu.”

Makna kalimat itu jadi:

“An, kita (Nino, Nani, dan An) minta maaf. Selama ini, kita  (Nino, Nani, dan An) nyembunyiin sesuatu dari kamu (An).”


Jadi, si An minta maaf sama diri sendiri dan menyembunyikan sesuatu dari diri sendiri.

Oke, ini sudah jadi salah kaprah banget.

Penggunaan kata kita jadi salah tempat. Seharusnya, gunakan kata kami, seperti kalimat di bawah ini.


“Eh, Aini! Kami nggak suka, ya, kamu deket-deket Adit!” kata Rani yang tiba-tiba datang dengan pasukannya, Susan, Anna, dan Melda. 


Tuh? Marahnya tetep kerasa, kok…. Dan nggak salah lagi.


“An, kami minta maaf. Selama ini, kami nyembunyiin sesuatu dari kamu.”

Tuh? Minta maafnya jadi nggak janggal lagi, kan.



Bagaimana mulanya  jadi banyak kata “kita” untuk menggantikan “kami”?


Menurut saya, hal ini tidak lepas dari penggunaan bahasa media tulis dan lisan saat ini. Pada banyak majalah remaja, misalnya, akan kita temukan artikel yang memilih menggunakan “kita”. Misal judul artikel: “10 Tanda Kita Nggak (Beneran) Jatuh Cinta Sama Si Dia” yang di-posting majalah Gadis di sini. Tentu saja penggunaan kata “kita” di sini tidak salah. Kenapa? Karena konteks pemakaiannya pas. Redaktur ingin berbaur dengan pembaca dengan cara menyamakan posisi. Pembaca majalah akan merasa mendapat dukungan dengan penggunaan kata “kita”, merasa bahwa hal yang dia rasakan atau alami adalah hal wajar yang juga dialami oleh banyak remaja lain.

 Sayang, pada kenyataannya, penggunaan kata “kita” ini kemudian banyak digunakan untuk menggantikan “kami” oleh masyarakat, baik secara lisan maupun tulisan. Lagi-lagi, media menjadi salah satu penebar pemakaian ini. Bukan hanya melalui tayangan film atau sinetron di televisi, tidak jarang kita dengar artis, pengacara, polisi, atau bahkan politisi yang mempraktikkan kekeliruan serupa, seperti, “Nanti kita kumpulkan bukti-bukti…,” atau “Kalau mobil itu mau dijual, kita nggak terima…,” atau mungkin “Kita nggak bisa ngasih pernyataan sekarang….

Jika jenis kalimat demikian yang digunakan dan disebarkan melalui media, kesalahpahaman ini dapat terus berlanjut. Bisa saja di pelajaran yang diberikan di sekolah, teori pengertian dan penggunaan kedua kata itu seperti termaktub di KBBI, namun jika keseharian mereka sering mendengar dan membaca penggunaan yang keliru, generasi muda kita sangat mungkin akan melanjutkan kekeliruan pemakaian “kita” dengan “kami”, bahkan hingga ke generasi berikutnya.

Kita tentu tidak menginginkan hal itu terjadi, kan? ||--(*-^)>



Setelah selesai posting dan edit berkali-kali, saya baru sadar belum membahas penggunaan "kita" pada dua kalimat berikut. 

Kita sering menghabiskan waktu bersama di sela-sela jadwal kuliah, sekadar berbincang-bincang atau bahkan berdiskusi. 

Tidak ada yang dapat menghancurkan persahabatan kita.

Tapi, kalian tentu sekarang sudah bisa menyimpulkan, kan?
Syukurlah... (˘ε ˘)ノ’
*lap keringet



*ssstt....alasan sebenernya:  waktu mepet~
dan malas ngedit lagi(o ̄〜) (〜 ̄o)


*Berlalu sambil gandeng Al Ghazali
(n˘v˘•)¬


4 comments:

  1. artikel yang mencerahkan, kita dan kami bangga jadi temenmu.

    ReplyDelete
  2. Ngahahahahahah.... siapah inih? NGaku... >_<

    ReplyDelete
  3. Wah, postingannya sungguh bermanfaat. Makasih ilmunya, Mbak :-D

    ReplyDelete

Pages